Abstract
Madrasah Diniyah is a non-formal educational institution that uses a curriculum that can be developed by the institution itself in accordance with the characteristics of each. The purpose of this studyonly focus on the process, implementation, barriers to curriculum development at Madrasah Diniyah Salafiyah Mamba'us Sa'adah, the type of research using RND (Research and Development), data collection techniques using interview, observation, documentation and library studies. The data analysis technique uses a rocket scale. Based on the results of the study, it can be concluded that Madrasah Diniyah Salafiyah Mamba'us Sa'adah has undergone curriculum development from year to year starting from the objectives, content, methods and learning strategies. Supporting the development of the Madrasah Diniyah Salafiyah Mamba'us Sa'adah curriculum is the existence of Ustad/zah, Santri, complete facilities and support from parents, the community. The obstacles include student discipline, government funds, and inadequate building infrastructure.
Pendahuluan
Masyarakat Indonesia kini mulai masa transisi, mereka ingin mewujudkan perubahan dalam aspek kehidupannya. Masa Demokrasi telah melahirkan berbagai jenis pendapat mengenai berbagai pandangan, konsep, yang tidak jarang berbeda pendapat dengan yang lain, antara lain berbagai pandangan bentuk Masyarakat yang dicita-citakan di masa depan. Masyarakat Indonesia membutuhkan suatu perubahan cara berfikir mengenai pendidikan untuk menghadapai sebuah globalisasi dan menata ulang kehidupan masyarakat Indonesia. Cita-cita lain adalah membangun masyarakat yang madani.
Dilihat dari realitas sosisal, pendidikan islam tampaknya banyak mengalami perubahan dalam pengembangan pada institusi pendidikan Islam. Apalagi lingkungan anak harus ada integritas ahlak islam [1]Oleh sebab itu, mempersiapkan generasi mendatang bagi Masyarakat Indonesia yang mempunyai pemahaman dan wawasan keagamaan menjadi sebuah keharusan Pendidikan Islam nonformal yang tumbuh dan berkembang sejak Islam masuk bumi Nusantra. [2] Madrasah Diniyah merupakan Madrasah yang berada dinaungan Kementrian Agama yang hanya fokus Pada pembelajaran keagamaan saja, dimana jenjang Madrasah diniyah itu adalah Madrasah yang terdiri dari tiga tahap yaitu Awaliyah, Wustho dan Ulya.
Adapun dayung hukum pelaksanaan Madrasah Diniyah sesuai dengan SK Mentri Agama Republik Indonesia Nomor 13 tahun 2014 dalam ketentuan umum Pasal 1 dalam peraturan Mentri Agama ini yang dimaksud dengan pendidikan keagamaan islam adalah Pendidikan yang mempersiapkan generasi untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan tentang ajaran Agama islam atau menjadi ahli ilmu Agama islam dan mengamalkannya ajaran Agama Islam.[3]
Eksistensi Madrasah Diniyah juga dibuktikan dengan kuantitas/jumlahnya yang banyak. yang menunjukkan bahwa dukungan masyarakat sekitar lebih tinggi, dan keberadaan Madrasah Diniyah juga ditentukan oleh kebijakan-kebijakan dari pemerintah. Undang-undang nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SPN) dan undang-undang nomor 20 tahun 2003, kebijakan Madrasah Diniyah lebih berpihak pada kepentingan Pemerintah Pusat sehingga sangat sulit dalam pelaksanaan oleh masyarakat ditingkatan lokal.(Peraturan Pemerintah RI, 2003) Pemerintah daerah tidak mempermasalahkan kebijakan itu, Pemerintah dan Kementrian Agama sangat mendukung dengan baik adanya Madrasah Diniyah yang tidak lepas dengan adanya dukungan dan peran Pemerintah Daerah (Pemda) dan Kementrian Agama (kemenag). dalam Hal ini, Kemeng telah Memiliki bagian khusus keberadaan Madrasah Diniyah yaitu dibawah Kepala Seksi Bidang Pendidikan Keagamaan Dan Pondok Pesantren (Kasi Pekapontren)di era global, kemampuan adaptasi madrasah menjadi peluang, ancaman serta tantangan sendiri, menurut [5] madrasah dituntut mempunyai kemampuan untuk bersaing dengan kegigihan iman dan taqwa yang berwawasan globalisasi, namun tetap dengan identitas keislamannya, dan bagaimana mempersiapkan pemuda muslim dalam memerankan didunia global dengan sebuah teknologi informasi. H. Khatimah juga mengatakan dalam penelitiannya, diperlukan peningkatan mutu madrasah dalam mempersiapkan pemuda muslim untuk bersaing diera global, hal ini dapat dilakukan dengan pengembangan kurikulum dan perangkat pembelajarannya sendiri dan bisa belajar dan mengaca dari pengembangan kurikulum di madrasah-madrasah lannya. misalnya ada tiga tahap yang harus dimiliki untuk
pengembangan kurikulum madrasah diniyah. pertama, pengembangan tingkat lembaga, menyusun strategi pelaksanaan kurikulum, kedua, pengembangan program mata pelajaran dan ketiga, pengembangan pada program pembelajaran dikelas.
Penelitian yang akan dilakukan peneliti ini hanya fokus pada proses pengembangan kurikulum,serta implementasi penghambat pengembangan yang ada di Madrasah Diniyah Salafiyah Mamba’us Sa’adah yang diharapkan menjadi langkah mudah dalam pengembangan kurikulum non madrasah formal secara umum.
Metode Penelitian
Penelitian yang digunakan di Madrasah Diniyah Salafiyah Manba’us Sa’adah menggunakan penelitian RND research and development adalah penelitian dan pengembangan yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu dan menguji keefektifan produk tersebut, [6] Peneliti menggunakan model Richey and Klien (2009) yang tingkat kesulitannya level 1 yaitu meneliti tanpa menguji. [7] dengan tempat penelitian satuan yayasan Madrasah Diniyah Salafiyah Mamba’us Sa’adah di Ds. Jogosatru, Dsn. Ketawang, Kec. Sukodono Kab. Sidoarjo, Jawa Timur Kode Pos 6126.
Intrumen yang digunakan adalah Pertama, Planning yaitu menguji pada potensi dan masalah ,alat pendeteksinya menggunakan observasi dan wawancara karena kita ingin mengetahui suatu masalah dan potensi tersebut. : (a) observasi dilakukan untuk kegiatan pengamatan mengenai penerapan Metode Pembelajaran Yayasan Madrasah Diniyah Salafiyah Mamba’us Sa’adah terutama pada perkembangan kurikulum Madrasah Diniyah Salafiyah Mamba’us Sa’adah tujuan dari observasi untuk mengetahui sejauh mana pelaksanaan kurikulum yang berlaku melalui observasi seorang peneliti dapat mengetahui secara jelas fenomena yang terjadi pada tempat yang sedang diteliti. Dengan menggunakan sample dan populasi yang merupakan keseluruhan objek penelitian. Maka dari itu populasi yang digunakan yakni seluruh anggota Madrasah Diniyah Awaliyah termasuk tenaga pendidik dan peserta didik.(b) menggunakan Wawancara dilakukan kepada informan misalnya kepala Madin Yayasan Madrasah, Beserta ustadzahnya yang ada di objek lokasi.
Untuk mencari informasi bagaimana pengembangan kurikulum yang ada dimadin, mengenai factorpendukung dan penghambat kurikulum beserta pembaruannya .peneliti juga dapat mengkontruksi pemikiran, kejadian, kegiatan, serta opini mendalam tentang masalah penelitian, dengan demikian peneliti dapat melakukan reduksi dan analisis berdasarkan data yang didapatkan [8] (c).peneliti mengumpulkan hasil catatan lapangan berupa buku catatan dan tape recorde sebagai hasil dokumentasi proses dan dokumentasi Data pada saat penelitian. Untuk sumber data mengenai teori kurikulum peneliti mencari dari sumber lain untuk memperkaya kajian diantaranya buku,artikel,dan sumber lainnya. Kedua, Production yaitu Pengumpulan data, kegiatan membuat produk yang sudah dirancang,berupa memproduksi hasil wawancara, observasi yang dijadikan peneliti buku, sebagai bahan untuk instrument validasi kurikulum apakah produk kurikulum yang ada di madrasah diniyah tersebut layak digunakan apa tidak.
Ketiga, Evaluation, yaituvalidasi desain Pengujian ini digunakan untuk penarikan kesimpulan dengan menggunakan teknik berdasarkan para ahli kurikulum, yang ngevalidasi semua kelengkapan dokumen kurikulum di Madrasah Diniyah Salafiyah Manba’us Sa’adah hasilnya menggunakan perhitungan sekala riket dengan kategori sesuai skor kelayakan umum. Sehingga produk yang telah dikembangkan dapat digunakan untuk menunjang kegiatan pembelajaran, serta menjadikan guru atau supervisi untuk lebih memeprhatikan mengenai kurikulum agar menjadi pembaruan kurikulum yang sesuai dengan tuntutan zaman.[9]
Hasil dan Pembahasan
Pengembangan Kurikulum Madrasah Diniyah Salafiyah Manba’us Sa’adah
Kurikulum merupakan program pendidikan yang diberikan oleh Lembaga yang berisi rancangan pelajaran. Kurikulum Salafiyah Mamba’us Sa’adah mulanya belum dibina oleh kementrian Agama tetapi kurikulumnya masih didesain oleh yayasan sendiri tergantung dari Musyawarah Yayasan, tergantung dari Musyawarah Gurunya yang ada dimadrasah Diniyah, pada mulanya madin Salafiyah Mamba’us Sa’adah berdiri.
Adapun model pengembangan yang digunakan untuk mengembangkan kurikulum menggunakan model Hilda Taba. Peneliti menggunakan model Hilda Taba, karena model ini menjadikan pendidik sebagai tokoh utama dalam pengembangan kurikulum.Model Taba berorientasi dalam pendekatan proses dan mengggunakan pendekatan induktif yaitu dimulai dari mendesain unit pelajaran, bukan dari perancangan yang luas. Hal ini sesuai dengan jalan pengembangan kurikulum di Madrasah Diniyah Salafiyah Manba’us Sa’adah. Yang dikembangkan sendiri oleh Lembaga terkait berdasarkan kekhasan masing-masing.
Pertama, pada tahun 1970 Madin Salafiyah Mamba’us Sa’adah didirikan oleh pendiri asli yaitu KH. BaidhoYasir, Beliau merupakan sosok yang gigih dalam memperjuangkan islam didaerah setempat, banyak sekali coba’an yang dialami beliau, karena memang daerah yang dikediami masih berdomisi masyarakat abangan. dulu masyarakat mengancam untuk membubarkan madin dikarenakan tetap memelihara pendidikan agama islam, namun kegigihanya sangat kuat, Alhamdulillah semua cobaan tersebut dapat diatasi.
Madrasah dahulu dikenal sebagai tempat mushollah beribadahnya kaum muslim dan malam harinya digunakan untuk mengaji. Madin Salafiyah Mamba’us Sa’adah tempat satu-satunya masyarakat Dsn. Jogo Satru dalam menimba ilmu Agama, peserta didiknya dinamakan Santri, banyak sekali santri yang dahulu tidak pulang kerumahnya melainkan bermalam di mushollah Madin Salafiyah Mamba’us Sa’adah, karena mereka berfikir barokahnya mengaji bersama sang kyai dan ustad.
Selama kurun waktu, Madin Salafiyah Mamba’us Sa’adah berjalan secara tradisi, berupa pengajian Al-Qur’an, dan pengajian kitab jawa dengan metode yang digunakan dengan nama sorogan, bandongan dan halaqoh. sorogan adalah berasal dari bahasa jawa “ nyorog” artinya menyodorkan kitab kepada seorang kyai atau asistenya, model pembelajaran tersebut mengedepankan pendekatan layanan individu dan layanan kolektif. dan lazimnya digunakan kyai dan santri dalam menterjemahkan kitab kuning.[10] Metode membaca Al-Qur’annya dulu menggunakan metode Iqro’ suatu metode baca Al-Qur’an yang menekankan santri langsung ke latihan membaca. dimulai dari 6 jilid mulai dari tingkat sederhana sampai pada tingkat yang sempurna. metode Iqro’ disusun oleh ustadz As’ad Human yang berdomisili di Yogyakarta.
Adapun Penilaian atau evaluasi santri di Madin Salafiyah Mamba’us Sa’adah yaitu suatu proses dan tindakan yang terencana berbasis islam dalam mengumpulkan informasi mengenai perkembangan, pertumbuhan dan kemajuan santri terhadap tujuan pendidikan, pada saat itu tidak ada system kelas bertingkat seperti kelas Ula,Wustho dan Ulya. melihat kenyataan diatas, maka zaman dahulu tidak ada evaluasi yang terstruktur seorang ustad/zah hanya menghatamkan mata pelajaran, jika santri sudah mengikuti setiap hari, maka sudah dikatakan lulus, istilah khataman sebagai cara menilai hasil akhir dari proses pendidikan berbasis Madrasah Diniyah.[11]
Sesuai dengan perkembangan zaman dan tuntutan kebutuhan, ide-ide pembaruan Pendidikan Agama, Madrasah Diniyah melakukan modifkasi kurikulum lokal pun terus dilakukan untuk membenahi sesuai dengan prinsip dan karakteristik lingkunganya sesuai dengan kebutuhan peserta didik.
Kedua, Berjalannya waktu pada Tahun 2000 Madin Salafiyah Mamba’us Sa’adah dipegang alih oleh putra KH.Baidoyasir yaitu Drs. H.Misbahul Munir, M.HI lulusan dari Pondok Pesantren Salafiyah Mbangil. selama dikelolah putranya tersebut masih menggunakan metode yang diwariskan ayahnya, selama beberapa bulan beliau mempunyai inisiatif, ingin mengembangkan system belajar mengajar menggunakan kurikulumnya dari Kementrian Agama. perkembangannya yang dulu menggunakan kurikulum tidak tertulis bisa disebut dengan kurikulum konvensional berbasis Pondok Pesantren Salafiyah Mbangil sesuai dengan kelulusan kepala Madin Drs. H. Misbahul Munir, M.HI dipondok tersebut. dan evaluasinya hanya menggunakan khataman.
Kemudian Madin Salafiyah Mamba’us Sa’adah memulai mengembangkan kurikulum untuk memperbaiki proses belajar santri sehingga tidak ada kata bosan dalam menuntut ilmu Pendidikan Agama islam di Salafiyah Mamba’us Sa’adah. Pada tahun ini Kurikulum Madrasah Diniyah Salafiyah Mamba’us Sa’adah memilik program pendidikan 3 tingkat jenjang yaitu tingkat Awwaliyah, Wustho serta tingkat persiapan Ulya. Tahun pelajaran atau disebut tahun dirosah menggunakan kalender yang dimulai dari bulan juli berkahir pada bulan juni tahun berikutnya. Prinsipnya dibagi dalam 2 semester masing-masing terdiri dari 20-22 minggu yang dipisah oleh masa libur dua minggu. Nisfu Awwal (semester ganjil) berlangsung pada bulan Juli sampai Desember. sedangkan Nisfu Tsany (semester genap) berlangsung dari bulan januari sampai bulan juni.
Pendidikan dilaksanakan dengan system paket kelas (SPK). Pendidikan diselenggarakan pada dasarnya melalui kegiatan belajar klasik diantaranya sima’, menterjemahkan, murod, membaca., diskusi, lalaran, hafalan, dll. Kemudian Bahasa yang digunakan adalah Bahasa Jawa, Bahasa Indonesia, Bahasa Arab. Dalam penerimaan santri baru secara umum dilaksanakan pada awal tahun dirosah yaitu santri yang masuk harus dites terlebih dahulu Ketika ada santri dari Madrasah lain, supaya mempermudah menempatkan jenjang kelasnya. Kemudian untuk uang syahriyah dibayarkan setiap bulan. Adapun biaya lain untuk daftara ulang relative murah dan bisa diangsur setiap semester.
Adapun mata pelajaran tambahan yang digunakan Madrasah Diniyah Salafiyah Mamba’us Sa’adah yang berpedoman dengan Pondok Pesantren Salafiyah Bangil : Ukhludin hujair, Safinah ,Tarikh,Tafsir jalalain. Metode belajar membaca Al-qur’an menggunakan metode Qiroati yaitu suatu model dalam belajar membaca Al-Qur’an secara langsung( tanpa dieja) dan menggunakan pembiasaan membaca tartil sesuai dengan kaidah (Zarkasiy,1989).Imtihan dilaksanakan 1 (satu) kali yaitu imtihan ditentukan oleh desain mata pelajaran Madrasah Diniyah Salafiyah Mamba’us Sa’adah sendiri. imtihan menjadi penentu kelulusan di bidang akademik Madrasah Diniyah Salafiyah Mamba’us Sa’adah. Sedangkan upacara wisudah dilaksanakan saat haflah peringatan Isro’ Mi’roj Nabi Muhammad Saw di Madrasah Diniyah Salafiyah Mamba’us Sa’adah.
Hasil dari wawancara dokumentasi dan observasi kepada santri madin Salafiyah Mamba’us Sa’adah. Mengenai suasana lingkungan dan keadaan fisik digambarkan bawasanya lingkungan madin sangat kondusif karena proses KBM tidak berada dalam pemukiman ramai, sehingga tidak ada suara bising seperti kendaraan, mesin pabrik dll. Kemudian ruang kelas beserta saran dan prasarannya sudah baik, tetapi kurang ruangan kelasnya, dikarenakan bertambahnya santri setiap tahunya. dikatakan bahwa lingkungan belajar tidak hanya sebatas interaksi guru dan murid melainkan lingkungan pengaruh lingkungan belajar masyarakat lingkungan sekitar itu memang sangat penting untuk menanamkan konsentrasi peserta didik. [12]
Jam pembelajaran yang berlaku pada setiap pertemuan dimadrasah diniyah Salafiyah Mamba’us Sa’adah adalah 60 menit atau 1 jam. Sesuai hasil observasi yang menggambarkan bahwa awal pembelajaran dimulai pukul 15.00-18.00 WIB bagi anak Diniyah Awaliyah, pukul 17.00-19.00 WIB bagi anak Wustho dan ulya, Adapun hari kamis santri diwajibkan masuk 15.00 diakhiri minimal pukul 21.00 WIB dan terakhirnya santri makan Bersama. Untuk hari minggu santri tidak libur melainkan masuk jam 07.00-09.00 WIB dan liburnya diganti dengan hari Jum’at. Adapun Durasi kegiatan belajara mengajar (KBM) juga diberikan keleluasaan bagi ustad/zah untuk menambah jam belajar maksimal 30 menit., sehingga semua santri masuk ke dalam kelas masing-masing dijam yang sama dan selesainya tergantung kepada ustad/zah yang sedang mengajar dikelas.
Ketiga, pada tahun 2002 sampai sekarang Madrasah Diniyah Salafiyah Mamba’us Sa’adah mengalami pengembangan kurikulum lagi mengenai Metode belajar membaca Al-Qur’an yaitu metode lebih moderen menggunakan Metode At-tartil yaitu suatu buku panduan belajar membaca Al- Qur’an tanpa dieja dan mempraktekkan pembiasaan becaan tartil sesuai dengan kaidzah tajwid dan gharib dalam perubahan ini banyak sekali menjunjung kualitas Madin. Metode At-Tartil didirikan oleh H. Qazali pada awal tahun 1993, metode ini terdiri dari dua seri yaitu metode Tartil 1 tema “ belajar membaca dan menulis Al-Qur’an, kemudian metode At-tartil 2 dengan tema “ilmu tajwid praktis serta Qharib” [13]
Pada jenjang islam madinah ada tingkatnya awaliyah terdiri dari 4 kelas dan wustho ada 2 kelas, mapelnya terdiri dari Al-Qur’an, Tajwid, Hadist, Taukhid, Akhlak, Fiqh, Tarikh, Bahasa Arab, Nahwu, Shorof, Khot/Pegon. Dan ada juga kitab lain yang dikhatamkan pada saat bulan Ramadhan misalnya Qurotul uyun,mina khussaniyah dll dan setiap tahunnya berbeda kitab yang dikhatamkan.Menurut Syahir; 2016 Waktu Madrasah Diniyah dilakukan sore hari setelah jam pulang sekolah antar pukul 14.30- 17.00 dengan santri yang bervariasi umurnya. Penelitian sebelumnya peneliti observasi di Madin Darul hikmah memiliki jam pelajaran 15.00-17.00 WIB. seperti yang tertulis pada peraturan Mentri Agama Republik Indonesia nomor 13 tahun 2014 tentang Pendidikan agama islam pasal 47 ayat 5 yang menyebut bahwa Pendidikan non formal tidak harus paten diwaktu sore hari disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing lembaga.[14]
Hal ini bertujuan untuk memberi waktu kepada para santri dan ustad/zah yang sedang melakukan proses belajar mengajar. Sesuai dengan pernyataan ustadzah halimatus sa’diyah dalam wawancaranya sebagai berikut :
“ satu jam selebihnya diserahkan kepada ustad/zah untuk mengulang materi bagi santri yang tertinggal pelajaran dikarenakan jam pulang sekolah tidak kondusif”.
Kemudian hasil observasi menggambarkan aktivitas ustadz dan santri seperti biasanya kegiatan belajar mengajara (KBM) dengan para ustadz menyampaikan materi dan santri hanya mendengar, Ketika ustadz/ah melontarkan pertanyaan, santri aktif dalam menjawab, begitupun sebaliknya. Namun kegiatan KBM dipengaruhi dengan semangat ustdz/ah dan santri, dipengaruhi dengan semnagt yang ada pada diri santri masing-masing.
“ Aktivitasnya sehari-hari seperti madin pada umumnya durasi waktu Cuma 1 jam/ mata pelajaran. Jadinya memnfaatkan untuk materi, dan dikaitkan menggunakan wawasan sehari-hari.
System pembelajaran Madrasah Diniyah Salafiyah Mamba’us Sa’adah sudah tertata dengan baik, berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan system pembelajaran di pesantren salaf yaitu sorogan.
“ Metode pembelajaran sama dengan pondok pesantren adanya sorogan , lalaran, memaknai kitab pegon, membaca dan menterjemahkan dalam Bahasa Indonesia.”
Metode pembelajaran diserahkan kepada ustad/zah dengan metode ceramah, sebagaiamana yang diucapkan salah satu santri dalam wawancaranya. Dalam proses kegiatan belajar mengajar menggunakan MGMP( musyawarah guru mata pelajaran) pencapaian persemester, namun ada juga dilihat dari penghataman materi. Madrasah diniyah Salafiyah Mamba’us Sa’adah mempunyai banyak inovasi kurikulum yang dikembangkan karena madrasah juga banyak dikenal masyarakat, maka dari itu setiap tahunnya menciptakan inovasi baru sesuai kebutuhan santri, tujuannya agar lulusan dari madin Salafiyah Mamba’us Sa’adah siap terjuan di masyarakat luar.
“ Madin kita mayoritasnya banyak yang kalangan remaja ada juga yang sudah mahasiswa, bekerja dipabrik itu ada yaa.. maka dari itu madin ini selalu menciptakan inovasi baru, apalagi kitab-kitabnya, kita sesuaikan dengan umur dan masa kini”
Inovasi pembaruan madin Salafiyah Mamba’us Sa’adah sebagai berikut : 1). Kalau dulu, cukup mengaji seperti biasa tidak adanya ujian dari pusat yang terpenting kitabnya khatam, karena melihat zaman yang terus berkembang, 2). Adanya Program islam Madinah, 3).adanya perubahan metode baca Al-Qu’an yang dulu menggunakan metode Qira’ati Untuk mendukung poin tersebut diadakan ujian dari islam Madinah (depag), 4) evaluasi menggunakan TA (tugas akhir) untuk kelas tertinggi yaitu kelas awwaliyah wustho dan ulya sebagai tanda kelulusan, 5). Adanya setoran hafalan.
Kurikulum madrasah diniyah madin Salafiyah Mamba’us Sa’adah masih menggunaakan kitab-kitab salaf yaitu dari Depag tetapi sedikit, karena tidak sesuai dengan kebutuhan madin salafiyah, kitab-kitab ditambah dengan kitab Pondok Pesantren Salafiyah Mbangil. Dan dalam hal evaluasi madin ini menggunakan dua evaluasi yaitu Pertama evaluasi dari madin bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pemhaman santri pada tiap semester dan sebagai evaluasi bagi ustadz/ah untuk mengetahui pengoptimalan dalam melakukan kegiatan proses belajar mengajar (KBM), Kedua evaluasi mengikuti Depag (Islam Madinah) bertujuan untuk mendapatkan ijazah dari Depag yang tertulis dari Pemerintahan Daerah berguna jika santri melanjutkan kejenjang Sekolah Islam Negri, maka ijazah tersebut dapat meringankan ujian tesnya. Hal ini dijelaskan oleh wakil kepala madin sebagai berikut ;
“Struktur kurikulum menggunakan kitab-kitab salaf seperti pondok pesantren pada umumnya, dan disesuaikan dengan tingkat kelas, kita menggunakan kitab dari depag hanya sedikit soalnya yang mengaji disini anak kuliahan dan SMA banyak.. menurut saya kitab dari depag banyak yang saya tambahin lagi misalnya kitab safinah, Tarikh, safilatunnajah Dan banyak sekali mbak .
Madrasah diniyah Salafiyah Mamba’us Sa’adah mengalami pengembangan dan perubahan pada tahun 2000 dan perubahan menyeluruh pada tahun 2006 ketika putra beliau minikah dengan seorang madura yang Bernama Bu nyai HJ. Halimatus Sa’diyah alumni Pondok Pesantren Salafiyah Mbangil Pasuruan. Secara rinci beliau merubah pengembangan kurikulum beserta suaminya dengan pembelajarannya dipondok pesantrennya dulu, mulai dari kitab, kedisiplinan, maupun metode pembelajaran, evaluasi dll.Dari situlah murid tambah banyak dan mampu membuat masyarakat tertarik adanya perubahan yang dilakukan Madrasah diniyah Salafiyah Mamba’us Sa’adah, meskipun banyak yang menghina dari berbagai tetangga karena banyaknya pelajaran, tetapi beliau sangat besemangat untuk tetap mengembangkan madinnya.berikut perubahan pengembangan kurikulum yang ada di Madrasah diniyah Salafiyah Mamba’us Sa’adah :
Dalam pengembangan kurikulum Madrasah Diniyah Salafiyah Mamba’us Sa’adah memiliki pengembangan kurikulum paten seperti Digambar bawah ini, alasan kenapa tidak mengikuti sepenuhnya pengembagan kurikulum modern. Dijawab oleh Ustadah Halimatus S’diyah dalam wawancaranya :
“saya mengikuti alur pengembangan kurikulum yang didesain sama bapak dan selebihnya digabungkan dengan pengembangan kurikulum dari depag. Adapun secara ringkas dijelaskan pada gambar dibawah ini.
Sesuai hasil wawancara dengan Ustadzah Halimahtus Sa’diyah dengan 1). ide baru yang muncul kemudian 2). kemudian didiskusikan Bersama Astatid 3). pengajuan ke kepala madrasah, sebagai penentu apakah ide baru tetap dijalankan atau tidak, Setelah adanya persetujuan antara semua pihak maka diuji cobakan kepada santri sampai khatam apakah itu relative buat seusianya atau tidak, jika sebliknya maka akan diuji cobakan Kembali. Hasil evaluasi akan menentukan pengembangan kurikulum secara tetap diimplementasikan atau tidak.
Dalam hal perangkat pembelajaran madrasah Madrasah Diniyah Salafiyah Mamba’us Sa’adah. Belum memiliki perangkat pembelajaran guna menjadi pegangan bagi ustad/zah dalam melaksanakan pembelajaran dikelas.Hal ini disampaikan oleh ustadazah Halimatus sa’diyah selaku wakil kepala Madrasah :
”Masalah perangkat pembelajaran tidak menggunakan itu mbak, soalnya kita bukan pondok pesantren, kita hanya madin biasa, jadi cukup kita muthola’ah sebelum mengajar, barokahe kitab iku sering kita nderes, mhutola’ah.
Disampaikan juga oleh ustadzah Firda selaku guru mata pelajaran yaitu :
“tidak ada mbak perangkat pembelajaran, yang penting kita belajar lalar terlebih dahulu sebelum mengajar dikelas.”
Pernyataan diatas dapat disimpulan bahwa di Madrasah Salafiyah Mamba’us Sa’adah tidak memakai perangkat pembelajaran seperti RPP, cukup dimuthola.ah, nderes, sehingga belum memiliki desain proses pengembangan perangkat pembelajaran.Madrasah Diniyah Salafiyah Mamba’us Sa’adah juga menerapkan sikap kedisiplinan yang tidak dimiliki oleh madin disekitarnya Pertama ada yang tidak masuk dalam kelas yang sama dikarenkan jadwal jam sekolah setiap anak berbeda, tetapi tidak akan tertinggal pembelajaran dikarenakan diakhir jam pelajaran semua diulas Kembali Ketika pembelajaran selesai. Kedua Santri yang telat dikarenakan ketiduran maka dia akan disuruh berdiri dengan membaca ayat-ayat Al-Qur’an selama 10 menit,bersihkan kamar mandi atau menyapu halaman depan dan semua takziran tergantung ustad/zah yang mengajar pada jam pelajaran.
Mulai dari kedisiplinan murid tidak pernah mengabaikan hal itu, dan kedisiplinan siswa membawa pengaruh positif terhadap prestasi belajar dilembaga formal atau non formal, karena semakin tinggi tingkat kedisiplinan siswa maka prestasi belajar di lembaga itu semakin tinggi [15].
Berdasarkan hasil perhitungan data kuantitatif diatas data yang diperoleh hasil Angket Ahlikurikulum yakni jumlah sekor akhir 85,1% dengan kategori kelayakan sangat Baik.
Implementasi Pengembangan Kurikulum Madrasah Diniyah Salafiyah Manba’us Sa’adah
Implementasi merupakan sebuah penerapan atau pelaksanaan suatu hal, aktivitas ini memiliki tujuan sendiri. Dalam penerapannya implementasi juga dipengaruhi beberapa faktor. Tujuan implementasi diantarany.(a) menciptakan rancangan tetap dengan melakukan proses Analisa dan pengamatan dalam sebuah system agar bisa bekerja dengan tepat. (b) membuat uji coba untuk peraturan yang akan diterapkan. (c) menyempurnakan system yang sudah disepakati. Adapun factor yang mempengaruhi implementasi antara lain : (a) sejauh mana kepentingan kelompok sasaran termuat dalam isi kebijakan. (b) jenis manfaat yang diterima oleh target group. (c) tingkat responsivitas kelompok sasaran.[16]
Dalam kurikulum ada juga yang dinamakan implementasi yang mendukung terhadap proses bagi pengembangan kurikulum yang menghasilkan dampak positive diantara lain: Pertama, Guru (Ustad/zah) Madin , Guru di Madrasah Salafiyah Mamba’us Sa’adah jenjang pendidikanya sangat luar biasa, kebanyakan lulusan dari Pondok Pesantren, dan lulusan D3,S1 dan S2. Jumlah Ustad/zah di Madrasah Diniyah Salafiyah Mamba’us Sa’adah ada 18 orang yang terdiri dari tiga orang dalem dan lima belas orang luar, Dari sini bisa terlihat bahwa Ustad/zah Manba’us Sa’adah memiliki Power dalam mengaplikasikan pembelajaran dengan baik.bahkan Ustad/zah diberikan ujian oleh Pengasuh untuk mengetahui sejauh mana ilmu pengetahuanya, sehingga mempermudah mengajar kelas sesuai dengan kemampuanya.
Adapun Kepala Madin di sini tidak merangkap sebagai wali kelas, focus pada tanggung jawabnya. Menurut Kepala sekolah dalam meningkatkan mutu pembelajaran yang pertama harus meningkatkan Profesionalitas Guru karena perkembangan teknologi informasi yang mau tidak mau harus dilaksanakan dengan baik. dulu memang madin tidak ada seperti pendataan dengan model emis, maka setiap madin harus mempunyai operator, madin sekarang juga sudah menjadi system Pendidikan nasional, maka ada penyeseuain yang menjadi tugas warga madrasah diniyah.Sesuai dengan Wawancara Hj. Halimatus Sa’diyah sebagai berikut :
“Ustad/zah yang ada disini kebanyakan lulusan dari Pondok Pesantren, dan saya kalau milih Ustad/zah harus saya seleksi, soalnya disini semua Ustad/zah ada ujiannya tiap akhir tahun untuk menentukan kualitas keilmuanya”
Adapun Guru yang kurang menguasai materi dikelas. Hal ini disampaikan bahwa guru memiliki kompetensi yang baik dalam metode mengajar, tetapi terdapat kendala yang dialami salah satunya adalah kurang materi yang disampaikan, hal ini disampaikan oleh informan wawancara salah satu Santri Rosalia :
“ setiap ustad/zah berbeda-beda mbak cara mengajarnya, ada yang bisa langsung faham, ada juga cara menjelaskannya mbulet ”.
Dalam hasil wawancara ini dapat disimpulkan rendahnya kemampuan dalam menguasai materi yang berujung pada rendahnya kualitas hasil pembelajaran, tetapi tidak semua Ustad/zah seperti itu ada beberapa yang memang kurang memahami materinya.
Adapun dua cara yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan menguasai materi pembelajaran. Diantaranya Pertama, adanya pelatihan dari Depag biasanya disebut dengan teguran, dimana ustad/zah dibina oleh tim dari depag untuk menyetarakan metode belajar mengajar di Madrasah Diniyah. Biasanya diselenggarakan 3 bulan sekali. Kedua, Ustad/zah mengaji private dengan kepala Pendidikan Madrasah Diniyah Salafiyah Mamba’us Sa’adah yaitu KH. Misbahul Munir, di waktu malam hari Minggu setelah habis magrib, disitu semua di ajarkan bagaimana mengajar kitab yang baik. Misalnya pengenalan nahwu shorof dan metode- metode pembelajaran membaca Kitab. Serta memperbanyak ilmu kajian kitab salaf.
Kedua, Santri disebut juga Peseta didik di madrasah diniyah sering disebut sebagai santri,tugas santri belajar ilmu Pendidikan agama untuk menjadikan anak yang shalih/ha dan bertanggung jawab berbangsa dan bernegara. Jumlah Santri di Madrasah Diniyah Salafiyah Mamba’us Sa’adah hampir 160 santri mulai dari jenjang SMP,SMA dan sudah lulus sekolah misal sudah kerja, kuliah. Banyak santri yang merasa sangat antusias mengaji di madrasah diniyah ini, karenakan metode membaca AL-Qur’anya menggunakan Metode AT-Tartil beserta mengaji mendalami kitab kuning seperti pondok pesantren pada umumnya.
Semua santri bisa mengikuti mata pelajaran yang ada di Madrasah Diniyah Salafiyah Mamba’us Sa’adah dengan baik, banyak sekali kitab-kitab yang dipelajari, mulai dari kitab yang di desain oleh Lembaga maupun kitab yang didesain oleh Depag, semuanya hampir bisa mengikuti dengan baik. Salah satu pendukung buat pengembangan kurikulum, pihak madrasah diniyah selalu menerapkan kedisiplinan bagi setiap warga madrasah diniyah, termasuk pada santri. Jumlah peserta didik sangat banyak mulai dari jenjang SD, SMP, SMA sampai dengan mahasiswa. Kendala yang dimiliki Madrasah Diniyah saat ini adalah waktu pulangnya santri pada saat jam sekolah tidak sama. Sesuai dengan hasil wawancara Hj. Halimatus Sa’diyah sebagai berikut :
”Sebenarnya ada kendala mengenai waktu pulang sekolahnya anak-anak yang tidak sama, maka dari itu anak-anak banyak yang telat, tetapi mereka tetap semangat mengajinya, meskipun habis pulang sekolah.”
Adapun kendala santri kepada madin mengenai waktu yang cukup lama hanya di hari kamis sehingga dia tidak ada kesempatan untuk belajar dirumah, karena KBM dimulai jam 16.00-21.30 WIB.Sesuai dengan wawancara salah satu Santri perempuan yang Bernama Rosalia.
“aslinya senang sekali kak mengaji disini banyak pembelajaran kitabnya, Cuma dihari kamisnya mengajinya dimulai jam 16.00-21.30 WIB, saya tidak ada kesempatan belajar dirumah, bisa kalua pulang mengaji saja”
Meskipun begitu santri tetap semangat untuk tetap mengaji, dan jarang ada yang alas an tidak masuk mengaji.
Ketiga, Sarana dan Prasarana yaitu alat yang digunakan untuk kegiatan belajar mengajar, tapi bisa juga suatu tempat atau ruangan untuk proses kegiatan. Misalnya Sarana dan prasarana berupa buku atau kitab yang digunakan pada satu Lembaga Madrasah Diniyah Salafiyah Mamba’us Sa’adah santri menggunakan kitab-kitabnya ada dua yaitu rekomendasi dari depag membelinya dikantor pusat dan kitab yang di desain Yayasan, membelinya di makam Sunan Ampel Surabaya. Semua sarana dan prasarananya lengkap, kecuali bangunan untuk ruang kelas kurang memadai, karena lonjakan siswa tambah banyak tiap tahunnya, di Madrasah Diniyah juga menyediakan Kantin sehat dan Koprasi. Sesuai dengan wawancara Hj. Halimatus Sa’diyah sebagai berikut :
“disini kalau masalah sarana sangat lengkap saya sediakan kantin sehat biar santri-santri tidak jajan sembarangan, dan ada Koprasi keuntunganya bisa menambah gaji Guru.”
Keempat, Peran Masyarakat dan Orang tua, Pada dasarnya Pendidikan tidak akan berjalan tanpa adanya Pendukung dengan peran masyarakat disekitar termasuk orang tua, dikemukakan oleh Resbin L. Sihite bahwa ada tujuh peran masyarakat terkait Pendidikan diantaranya sebagai sumber Pendidikan, pelaku Pendidikan, pelaksanaan Pendidikan, pengguna hasil Pendidikan, sebagai sumber Pendidikan, sebagai pelaku Pendidikan, perencanaan Pendidikan, pengawasan Pendidikan, Evaluasi program Pendidikan.
Di Madrasah Diniyah Salafiyah Mamba’us Sa’adah terdapat dukungan penuh dari orang tua dan Masyarakat sekitar, dibuktikan seperti ada acara Hari Besar Islam misalnya Maulid Nabi Muhammad Saw. Semua bergotong royong untuk membantu. Dan yang paling mengesankan Ketika ada Akhirussanah untuk anak yang lulus dari ujian. Semua masyarakat orang tua juga antusis. Sesuai dengan Wawancara Ustadzah Firda selaku Ustadzah tetap.
”Saya bangga dengan warga sekitar, mau bergotong royong tanpa di suruh sama abah yai, dan itu termasuk pendukung adanya Madrasah Ini mbak”.
Penghambat Pengembangan Kurikulum Madrasah Diniyah Salafiyah Manba’us Sa’adah
Hambatan bagi pengembangan kurikulum di Madrasah Diniyah Salafiyah Manba’us Sa’adah diantranya: bisa datang dari komponen pendukung baik dari guru, peserta didik, lingkungan keluarga, atau factor fasilitas (Nawawi, 1989 :130). Pertama, Kedisiplinan Santri dikelas jenjang Wusto dan Ulya bisa dikatakan kurang disiplin waktu, dikarenakan jam pulang sekolah setiap Santri berbeda, hal tersebut sangat mempengaruhi berjalannya KBM Madrasah Diniyah Salafiyah Manba’us Sa’adah. Dalam hal ini dijelaskan dalam wawancara Kepala Madrasah Diniyah KH. Misbahul Munir :
“ anak-anak itu semangat dalam belajarnya Cuma kita tidak bisa menghandle kedisiplinan dikarenakan jam pulang mereka yang berbeda-beda, tetapi meskipun pulangnya agak sorean gitu mereka tidak males untuk mengaji “
Dari sini memang Madrasah Diniyah Salafiyah Manba’us Sa’adah memang sangat
kompeten dalam hal segi pembelajaranya, sehingga santri tetap bertambah setiap tahunya dan santri disana juga tetap semangat dalam belajar ilmu agama di Madrasah Diniyah Salafiyah Manba’us Sa’adah meskipun dalam situasi apapun. Kedua, Dana disebutkan Dalam Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 dijelaskan bahwa dana Pendidikan adalah pengeluaran yang berupa sumber daya (input) baik berupa barang maupun berupa uang yang ditujukan untuk menjunjung KBM (kegiatan belajar mengajar).Pendidikan Madrasah Diniyah Salafiyah Mamba’us Sa’adah mengalami hambatan di dana keuangan dimana anggaran yang masuk hanya uang syariyah santri tiap bulannya hanya Rp.15.000 (lima Belas Ribu Rupiah). Dan tidak ada dana insentif PEMDA (Pemerintahan Daerah) yang tiap 3 bulan, Madrasah Diniyah Salafiyah Mamba’us Sa’ada tidak menggunakan dana bantuan dari Yayasan manapun, dikarenakan banyak dampak yang menimbulkan sikap dari santri. Sesuai dengan wawancara kepala madin KH. Baidho Yasir :
“Saya dulu pernah mbak dapat dari Yayasan instansi, kemudian saya ada suatu problem, kemudian saya tidak dapat lagi, dan saya rasa dengan kerja keras kita, tanpa mendapatkan bantuan dari Yayasan, instansi manapun banyak perberbeda,an mengenai akhlak.nya terutama kedisiplinan. dan itu sudah saya netralisir .”
Dan ada juga hasil dari wawancara wakil kepala madin Hj. Haslimatus Sa’diyah mengenai spp santri :
”sementara ini hanya ada SPP santri dan kepedulian insentif dari PEMDA mbak 3 bulan sekali, itupun jumlahnya tidak banyak, tetapi harus disyukuri,”
Dapat disimpulkan bahwa dana itu penting dalam pengembangan kurikulum mengenai melengkapi fasilitas santri dan guru, sehingga menjadi tercapailah tujuan Pendidikan yang maksimal.
Ketiga, Sarana yang belum memadai, Sarana sering disebut dengan fasilitas, dengan fasilitas yang lengkap dan tepat, santri dapat belajar dengan merasa senang dan nyaman. Fasilitas terkadang kelihatan seperti sepele, padahal fasilitaslah yang harus menjadi perhatian para pengurus institusi Lembaga, dan tidak boleh diabaikan.Mengenai alat prasarana di Madrasah Diniyah Salafiyah Mamba’us Sa’adah belum memadai untuk mendukung program Pendidikan diantaranya hanya fasilitas Gedung yang digunakan untuk pembelajaran KBM berjumlah sedikit, sehingga santri mengajinya berpindah-pindah tempat. Hal ini sangat tidak bisa meningkatkan efisiensi waktu dan ruang, dan santri tidak dapat belajar dengan lebih cepat karena keterbatasan waktu dan ruang.
Dalam mengatasi kurangnya Gedung maka halaman rumah dibuat untuk mengaji dan garasi mobil jika kosong dibuat untuk mengaji, tetapi sangat prihatin waktu cuaca yang tidak baik misalnya hujan, maka santri harus berpindah tempat untuk berteduh dan melanjutkan mengajinya.Dapat disimpulkan bahwa penghambat implementasi pengembangan kurikulum di Madrasah Diniyah Mamba’us Sa’adah hanya sedikit yaitu mengenai dana,sarana prasarana berupa Gedung dan terakhir kurangnya kedisiplinan santri dikarenakan pulang sekolah tidak menentu setiap instansi.
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah disajikan mengenai Pengembangan kurikulum Madrasah Diniyah Salafiyah Mamba’us Sa’adah, maka dapat disimpulkan sebagai berikut .
Pengembangan kurikulum dari masa ke masa diantaranya a). Tahun 1970-1998 pengembangan kurikulum yang dijalankan Madrasah Diniyah Salafiyah Mamba’us Sa’adah hanya menggunakan metode Iqro’ dan menggunakan kurikulum konvensional, hanya mengaji lulus dan khatam b). Tahun 2000-20002 pengembangan kurikulum yang dijalankan Madrasah Diniyah Salafiyah Mamba’us Sa’adah menggunakan Metode Qira’ati dengan mengikuti Depag, dan menggunakan kitab setandart dari instansi metode Qira’ati, pada saat itu hanya berjalan beberapa tahun dikarenakan pihak metode tersebut memiliki kurikulum mata pelajaran kitab-kitab yang standart, hanya focus belajar membaca Al-qur’an saja. c). Tahun 2002-2022 pengembangan kurikulum yang dijalankan Madrasah Diniyah Salafiyah Mamba’us Sa’adah menggunakan Metode At-tartil dengan mengikuti Depag, Metode At-tartil sangat luas mengenai karaktristik pembelajaranya, metode pembelajaran, materi pembelajaran serta evaluasi pembelajaran sangat luas. Alasan mempertahankan Metode At-tartil dikarenakan banyaknya kitab yang dipelajari sehingga santri seperti belajar dipondok pesantren. Hasil dokumen Validasi Ahli kurikulum Madrasah Diniyah Salafiyah Manba’us Sa’adah mengalami sekor kelayakan 85% bisa dikatakan sangat baik.
Implementasi pendukung pengembangan kurikulum diantaranya, banyak Ustad/zah yang bisa menguasi ilmu kitab kuning serta kelulusan dari pesantren, Santri yang selalu semangat dalam mengikuti KBM, dan mempunyai banyak prestasi, sarana mengenai media pembelajaran kitab, buku absensi,buku panduan lengkap. Dan adanya kantin sehat, koprasi.
Adapun factor penghambat pengembangan kurikulum diantaranya, Kedisiplinan Santri yang kurang dikarenakan jam pulang sekolah setiap instansi berbeda, tidak mendapatkan dana pemerintah, sehingga menggunakan dana dari SPP santri, Prasarana Gedung kurang memadai.
References
- A. P. A. Dwi Suryani Rimasasi, “integritas akhlak islam dalam seni teater,” ar-risalah, vol. Xix, p. 49, 2021.
- Oleh and MochDjahid, “Penyelenggaraan Pendidikan Madrasah Diniyah Takmiliyah Di Ponorogo,” 2016.
- Mentri Agama RI, SK Mentri Agama Republik Indonesia Nomor 13 tahun 2014 Pasal 1. 2014.
- Peraturan Pemerintah RI, Undang-undang nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SPN) dan undang-undang nomor 20 tahun 2003. 2003.
- H. Khotimah, “Desain Proses Pengembangan Kurikulum Di Kelas Matrikulasi Madrasah Diniyah Salafiyah Al Asror Semarang,” Skripsi, vol. 1, pp. 1–253, 2018.
- Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif Kuantitatif dan RND. 2009.
- Sugiyono, Metode Penelitian dan Pengembangan RND. 2015.
- Musfiqon, Metode Penelitian Pendidikan. 2012.
- W. Risa Nur Sa’adah, “Metode Penelitian R&D,” p. 103, 2020.
- F. Kamal, “Model Pembelajaran Sorogan Dan Bandongan Dalam Tradisi Pondok Pesantren,” Pap. Knowl. . Towar. a Media Hist. Doc., vol. 3, pp. 15–26, 2014.
- A. Fahira, “evaluasi pendidikan agama islam,” 2017. .
- A. W. Mahsuni et al., “Pembelajaran Home Visited Dalam Masa Pandemi Covid-19,” J. Pembelajaran Pemberdaya. Masy., vol. 2, no. 1, p. 1, 2021, doi: 10.33474/jp2m.v2i1.8704.
- Subektiyo Murdani, “Kemampuan Membaca Al-Qur`An Melalui Metode Tartil Pada Mata Pelajaran Al-Qur`An Hadist Di Kelas V Mi Nurul Islam Gunung Sari Kabupaten Tanggamus,” 2020.
- Syahir, “Peran Guru Madrasah Diniyah Dalam Implementasi Pendidikan Merupakan Lembaga Pendidikan Non Formal,” 2016.
- Hartina, “Pengaruh Kedisiplinan Terhadap Prestasi Belajar Siswa,” 2020.
- Ali Khudrin, “Implementasi Manajemen Kurikulum Pada Madrasah Diniyah Al-Aziz Pondok Pesantren Nurul Huda di Kabupaten Sleman di Yogyakarta,” Yl.nafisd, vol. XV NO.2, p. 28, 2008.