Abstract

This study aims to explore and understand the role of PAI teachers in fostering religious character during PTMT with a hybrid learning model at SMA Antartika Sidoarjo and to find out the supporting and inhibiting factors. The research method used is descriptive qualitative which produces data in the form of written words from the results of interviews, observations and documentation. The results showed that PAI teachers in fostering religious character in PTMT with a hybrid learning model at SMA Antartika Sidoarjo have been able to foster and guide, provide exemplary examples and advice, remind students to behave Islamically in daily life, provide adequate facilities and provide rewards and punishments. for students through the implementation of religious programs, namely congregational prayers, collective prayers, reading and writing the Qur'an, Friday blessing activities, extra religious activities, annual religious activities and the creation of a religious atmosphere at SMA Antarctica Sidoarjo. Several factors that support and inhibit are divided into two factors, namely internal and external. The supporting factors are more dominant on internal factors where the school environment can help optimally to realize the development of students' religious character. While the inhibiting factors are more dominant on external factors, namely the family environment and social environment wherever students are.

Pendahuluan

Pandemi covid-19 ini berdampak terhadap semua lini kehidupan manusia, salah satunya dalam sektor pendidikan. Dalam hal pendidikan, guna membatasi masyarakat seperti peserta didik, pendidik, dan sebagainya dengan menutup sekolah untuk melakukan aktivitas belajar mengajar dari rumah guna memutus rantai penyebaran covid-19, maka Pemerintah Indonesia melakukan intervensi melalui kebijakan pendidikan di masa Pandemi Covid-19. Kebijakan ini berprinsip dengan mengutamakan keselamatan dan kesehatan peserta didik, pendidikan, tenaga kependidikan, keluarga, maupun masyarakat secara umum [1]. Sehingga pembelajaran dilaksanakan melalui metode belajar dengan sistem pembelajaran tatap muka terbatas (PTMT), yaitu sistem pembelajaran menggabungkan antara pembelajaran secara langsung (luring) dan pembelajaran online melalui jaringan internet (daring). Pembelajaran ini di satuan pendidikan dilaksanakan melalui 2 (dua) fase yaitu masa transisi berlangsung selama 2 (dua) bulan sejak dimulainya pembelajaran tatap muka terbatas di satuan pendidikan dan masa kebiasaan baru yakni etelah masa transisi selesai maka pembelajaran tatap muka terbatas memasuki masa kebiasaan baru. Namun dalam hal diselenggarakan PTMT namun terdapat pendidik dan/atau tenaga kependidikan yang belum dilakukan vaksinasi covid-l9, maka pendidik dan/atau tenaga kependidikan disarankan untuk memberikan layanan pembelajaran jarak jauh dari rumah.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia melalui Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 Tentang Pelaksanaan Pendidikan Dalam Masa Darurat Coronavirus Disease (Covid-19) menekankan bahwa pelaksanaan PTMT harus memberikan pengalaman bermakna bagi siswa, tanpa terbebani tutuntan menuntaskan seluruh capaian kurikulum untuk kenaikan kelas maupun kelulusan. Fokus dari PTMT ialah sebagai peningkatan pemahaman mengenai virus dan wabah Covid-19. Terkait aktivitas atau tugas pembelajaran dapat bervariasi siswa antar siswa, sesuai minat dan kondisi masing-masing, termasuk dalam hal kesenjangan akses/fasilitas belajar. Guru juga dituntut untuk tidak hanya memberikan pekerjaan namun ikut berinteraksi dan berkomunikasi membantu murid dalam pengerjaan tugas [2]. Terlebih pembinaan karakter menjadi hal yang patut diperhatikan dalam pembelajaran PTMT.

Pembinaan karakter ialah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada peserta melaksanakan nilai-nilai terhadap kesadaran atau kemauan [3]. Penyelenggaraan pendidikan karakter di sekolah yang berfokus pada pembinaan karaker harus berpijak kepada nilai-nilai karakter dasar, yang selanjutnya dikembangkan menjadi nilai-nilai yang sesuai dengan sekolah masing-masing. Senada dengan hal tersebut, penguatan pembinaan karakter merupakan proses pembetukan, trasmisi, transformasi dan pengembangan kemampuan siswa dalam berpikir, bersikap dan berperilaku sesuai nilai-nilai Pancasila [4]. Pembinaan karakter terutama nilai religius oleh guru Pendidikan Agama Islam (PAI) bagi para murid menjadi upaya yang penting untuk dilaksanakan guna pembinan akhlak. Ulama Islam mengartikan religius sebagai undang-undang kebutuhan manusia dari Tuhannya yang mendorong mereka untuk berusaha agar tercapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat [5]. Pembinaan karakter religius dalam Islam dapat menjadi sarana untuk membentuk karakter individu muslim yang berakhlakul karimah. Individu yang berkarakter mampu melaksanakan kewajiban-kewajiban-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Selain itu juga bisa memberikan hak kepada Allah maupun Rasul-Nya, sesama manusia, makhluk lain, maupun alam sekitar [6].

Guru sebagai pendidik harus memberikan keteladanan dalam pembinaan disebabkan guru menjadi panutan dan idola peserta didik dalam segala hal [7]. Keteladanan yang dilakukan guru PAI ialah upaya efektif guna mempersiapkan murid menjadi sosok yang berhasil dalam pendidikan baik akhlak, mental, bahkan kehidupan sosialnya. Guru PAI mempunyai peranan yang lebih atau terkhusus dalam berbagai elemen lingkungan mulai dari lingkungan keluarga, masyarakat maupun sekolah. Mengingat bahwa guru PAI dianggap orang yang memiliki knowledge vital yakni Agama dibandingkan dengan orang lain. Sehingga peranannya haruslah mencerminkan nilai-nilai ajaran agama, dalam hal ini yakni agama Islam yang diemban dan diajarkannya.

Guru perlu menjadi sosok yang kuat dan cerdas sehingga mampu mengemban amanah guna mendidik muridnya. Guru agama yang handal tidak sekedar menghabiskan tugas sesuai jatah waktu yang diberikan dan menghabiskan materi yang ditargetkan, melainkan harus berkompentensi secara akademik dan professional yang cukup guna menjalankan tugasnya secara baik, bertanggung jawab, dan professional. Kompetensi secara kepribadian dan sosial menjadi aspek pendukung utama supaya tugas yang dilakukan berhasil, karena menjadi teladan bagi muridnya ketika bersikap dan berperilaku [8]. Salah satu sekolah di Indonesia yang menerapkan pembinaan karakter religius oleh guru PAI selama PTMT ialah SMA Antartika Sidoarjo.

Dalam menunjang nilai religius, proses pembinaan karakter terdapat beberapa kegiatan keagaaman yang dilakukan oleh SMA Antartika Sidoarjo selain pembelajaran PAI umumnya di setiap sekolah, kegiataan ini berlangsung sebelum pandemi seperti dari salat fardu jemaah zuhur dan asar di Masjid Wahyu Yuha SMA Antartika, pembagian nasi bungkus di jalan dalam kegiatan jumat berkah yang diadakan satu minggu sekali oleh pengurus OSIS (Organisasi Siswa Intra Sekolah), salat jumat setiap minggu yang diperuntukkan bagi warga SMA Antartika dan warga sekitar, istigasah setiap dua minggu sekali oleh guru dan sebagian murid pada hari kamis guna diberikan kelancaran pembelajaran di SMA Antartika, pengajian besar yang biasanya diadakan pada hari besar keagamaan Islam, misalnya isra mi'raj dan hari besar lainnya, pondok ramadan yang dilaksanan oleh seluruh murid pada saat ramadan, takbir keliling di desa pada saat idul adha, zakat fitra, dan berkurban. Bahkan terdapat ekstrakurikuler baca tulis Al-Qur’an dan banjari atau hadroh.

Lebih lanjut, ketika pandemi saat ini masih terdapat kegiatan keagamaan seperti istigasah dan pondok ramadan diperuntukan bagi peserta sebanyak 50 persen secara luring, serta kegiatan belajar mengajar mata pelajaran Pendidikan Agama Islam disertai kegiatan mengaji yang berlangsung secara daring dengan satu kali pertemuan berdurasi 2 jam pada setiap kelas perminggunya. Kegiatan mengaji ini tidak menjadi penilaian di rapot, melainkan menjadi nilai tambah atas partisipasinya di mata pelajaran PAI. Khusus kegiatan mengaji sendiri tanpa diseling dengan pelajaran PAI diadakan setiap jumat pagi selama 1,5 jam dengan pembagian jadwal yaitu minggu pertama untuk kelas 1 IPA, minggu kedua untuk kelas 1 IPS, minggu ketiga untuk kelas 2 IPA, dan seterusnya.

Terdapat kendala dalam pembelajaran PAI secara daring, mulai dari materi pembelajaran yang tidak dapat tersampaikan dengan maksimal, praktik materi pembelajaran kurang maksimal, dan kesulitan menilai sikap pada peserta didik. Namun, para guru terutama guru PAI melakukan upaya solutif dalam mengatasi kendala tersebut, seperti merancang RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) secara efektif, mengharuskan murid membuat video praktek untuk dikirimkan ke guru, dan guru bekerjasama dengan orang tua murid dalam penilaian sikap pemberian pengetahuan ke orang tua agar melaporkan kembali ke wali kelas. Juga setiap harinya disempatkan waktu untuk berkomunikasi dengan orang tua murid via grup whastapp khusus orang tua murid sedangkan murid memiliki grup whatsapp sendiri. Apabila ada sikap murid yang kurang baik, kenakalan, dan tidak berpartisipasi pembelajaran PTMT, maka akan diberitahukan via grup whastapp orang tua murid.

PTMT memberikan peluang bagi para guru PAI dalam pembentukan karakter terutama nilai religius, dalam proses kegiatan belajar mengajar. Para guru masih dapat mengajar di kondisi pandemi saat ini, melalui media daring yang akhirnya menyebabkan para guru menjadi melek informasi dan teknologi akibat literasi digital. Namun terdapat kekurangan seperti beban guru juga menjadi lebih banyak, karena mengharuskan para guru membuat materi pembelajaran dari nol atau awal. Padahal para guru juga dituntut untuk melayani para murid, dalam konteks sesi bertanya, pendalaman ilmu, dan sebagainya sehingga waktu para guru banyak yang terpakai untuk belajar mengikuti perkembangan informasi dan teknologi di sisi lain harus belajar mata pelajaran yang diampu, menyusun materi hafalan dan tugas, dan administratif semakin banyak. Para siswa juga merasakan kekurangan dari pembelajaran PTMT, seperti kurangnya hubungan yang terdapat di antara murid secara psikologi dan sosial, karena jika para siswa berinteraksi secara sosial dan langsung, maka hubungan psikologis atau karakter siswa akan bagus. Pada saat pembelajaran PTMT khususnya ketika pembelajaran online, siswa dinilai kurang baik ketika mematikan kamera aplikasi panggilan video grup.

Namun, adanya PTMT ini masih memberikan keuntungan disebabkan para murid masih harus tetap belajar di tengah keterbatasan ketika pandemi saat ini, misalnya kajian keilmuan yang diperoleh terbatas. Murid juga dipacu untuk dapat berinovasi dan berkreasi dalam literasi digital serta pemanfaatan informasi dan teknologi. Dalam hal ini guru memiliki peran, mulai dari pemberian bimbingan yang intens secara daring dan luring untuk mengasah kemampuan softskill murid, disertai upaya mengarahkan, memotivasi dan mendukungpara murid. Guru harus memberikan pelayanan dan pendampingan secara intens ke murid, terutama murid yang memiliki niat dan tekad meningkatkan prestasi ketika pandemi covid-19 [9].

Adanya penelitian terdahulu yang menjadi bahan rujukan peneliti yaitu penelitian yang berjudul Blended Learning Alternatif Pembelajaran Pada Pendidikan Tinggi Era New Normal. Penelitian tersebut membahas topik efektivitas implementasi pembelajaran blended learning berbasis SPADAera new normal yang dilakukan di prodi pendidikan geografi universitas Prof. Dr. Hazairin, SH [10]. Sasaran penelitian tersebut yaitu tingkat perguruan tinggi sedangkan peneliti di satuan pendidikan sekolah menengah atas (SMA). Berbeda dengan penelitian terdahulu tersebut, pada penelitian ini berfokus pada dilakukannya pembinaan karakter oleh guru PAI dalam pembelajaran PTMT atau disebut sebagai hybrid learning dengan berfokus pada nilai karakter religius.

Hybrid learning merupakan sebuah model pembelajaran di mana seorang guru mengajar siswa yang sedang belajar dari rumah dan juga belajar di sekolah secara bersamaan dengan bantuan teknologi. Saat ini pembelajaran berbasis hybrid learning dilakukan dengan menggabungkan pembelajaran tatap muka, teknologi cetak, teknologi audio, teknologi audio visual, teknologi komputer, dan teknologi internet (internet of things). Makna asli sekaligus yang paling umum hybrid learning mengacu pada belajar yang mengkombinasi atau mencampur antara pembelajaran tatap muka (face to face) dan pembelajaran berbasis komputer [11]. Sistem pembelajaran ini juga menggabungkan dua macam pilihan siapa yang akan berperan utama yakni apakah pelajar ataukah pengajar. Sehingga pada umumnya, pada tahapan awal menerapkan peran pengajar lebih dominan dan ketika telah berjalan baik, maka diubah pada peran siswa yang lebih dominan (student center) [12].

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya,maka tujuan dilakukannya penelitian ini yakni untuk menggalih dan memahami peran guru PAI dalam pembinaan karakter religius dalam PTMT di SMA Antartika Sidoarjo serta mengetahui faktor pendukung dan penghambatnya.

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Dalam metode ini, fenomenologi berusaha mengungkap makna subyektif. Fenomenologi berupaya mencari makna, memposisikan individu sebagai pemberi makna, yang kemudian menghasilkan tindakan dilandasi pengalaman [13]. Hal ini bertujuan untuk mengeksplorasi dan memahami makna yang berasal dari masalah sosial serta memberikan gambaran secara mendalam terhadap kajian penelitian sehingga dapat memperoleh data serta informasi yang jelas dan mendalam [14].

Sementara untuk menentukan informan dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling yaitu teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu [15]. Pencarian data yang secara kualitatif dengan cara wawancara yang dilakukan dengan orang-orang sekitar untuk mencari informasi bagaimana peran guru PAI dalam pembelajaran PTMT dengan model hybrid learning dalam pembinaan karakter religius di SMA Antartika Sidoarjo. Dalam penelitian ini, informan penelitian berjumlah 6 (enam orang) yang terdiri atas Kepala Sekolah, Guru PAI Kelas 11 sekaligus Koordinator Keagamaan, Guru PAI Kelas 12, dan dua siswi Kelas 11. Wawancara semi-terstruktur dilakukan dengan daftar pertanyaan yang telah disusun yang kemudian dikembangkan pada saat melakukan wawancara. Dalam sebuah wawancara ini tidak perlu dilakukan dengan formal, tetapi dilakukan dengan kenyamanan narasumber, karena yang terpenting yaitu mendapatkan informasi yang sesuai dengan tujuan wawancara.

Selanjutnya teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis data model interaktif melalui proses pengumpulan data, kondensasi data, penyajian data, kemudian verifikasi dan penarikan kesimpulan [16]. Model ini dipilih karena dapat menyimpulkan dan menyederhanakan data secara efektif dan efisien yang diperoleh selama penelitian berlangsung. Sehingga hasil dari penelitian dapat dipertanggungjawabkan, bersifat objektif, valid, dan akurat. Teknik uji validitas dalam penelitian ini menggunakan credibility dengan melakukan pengamatan secara lebih cermat dan berkesinambungan. Dengan cara ini maka kepastian data dan urutan peristiwa akan dapat direkam secara pasti dan sistematis.

Hasil dan Pembahasan

Sekolah merupakan wadah dan tempat bagi seseorang untuk mengembangkan kapasitas diri dan potensinya. Dengan diterapkannya pembinaan karakter di sekolah akan berpengaruh pada perkembangan karakter dan potensi siswa, baik dalam hal menempatkan diri, mengambil sebuah keputusan dan juga bersikap. dengan ciri khas agama menjadi sesuatu yang penting diterapkan di sekolah. Tujuannya adalah untuk memberi bekal kepada siswa dalam menghadapi dunia kerja, masyarakat dan kehidupan selanjutnya. Secara umum fungsi pembinaan karakter di sekolah adalah untuk membentuk karakter dan kepribadian seseorang. Sehingga menjadi orang yang memiliki nilai moral tinggi, berakhlak mulia, toleransi, tangguh, dan berperilaku baik. Pembinaan karakter religius dalam Islam dapat menjadi sarana membentuk karakter yang berakhlakul karimah. Individu yang berkarakter mampu melaksanakan kewajiban dan menjauhi segala larangan-Nya [17].

Pembinaan karakter religius dapat berupa kebijakan atau aturan dengan segala sanksinya, namun yang lebih penting harus melalui keteladanan perilaku sehari-hari. Keteladanan dalam hal kedisiplinan, taat beragama, adab, tanggung jawab, toleransi beragama, adil, kejujuran, perilaku baik terhadap sesama warga sekolah merupakan sebagian dari karakter religius yang selama ini masih sulit dilakukan. Agar pembinaan karakter religius dapat berjalan dengan baik memerlukan pemahaman yang cukup dan konsisten oleh seluruh personalia guru Agama dan struktural keorganisasian bidang keagamaan.

Berdasarkan hasil wawancara dengan para informan mengenai peran guru PAI dalam pembinaan karakter religius dalam PTMT dengan model hybrid learning di SMA Antartika Sidoarjo, temuan dalam penelitian ini menunjukkan terdapat berbagai metode yang diterapkan yaitu metode keteladanan, metode pembimbingan, metode pembiasaan, dan metode reward dan punishment.

Metode Keteladanan

Metode ini yang paling berpengaruh dalam mendidik, khususnya dalam pembentukan kepribadian, keteladanan yang sempurna adalah keteladanan Rasulullah SAE, yang dapat menjadi acuan bagi guru sebagai teladan utama, sehingga peserta didik atau siswa-siswinya mempunyai figur pendidik yang dapat menjadikan panutan [18]. Sikap keteladanan yang ditunjukkan oleh guru PAI dalam PTMT dengan model hybrid learning seperti dalam proses pembelajaran di kelas baik secara langsung maupun tak langsung selalu berbuat ramah kepada murid-muridnya, membalas senyum dan sapaan anak didiknya bahkan seluruh warga di sekolah SMA Antartika Sidoarjo.

Selain itu, selalu mengucapkan salam baik ketika bertemu di jalan maupun saat di dalam sekolah, selalu toleransi dalam beragama karena di SMA Antartika terdapat siswa dan guru yang non muslim, lalu guru bersedia memimpin siswa untuk berdo’a di dalam kelas saat mulai pembelajaran maupun di akhir pembelajaran, dan yang paling penting guru PAI dalam PTMT memberikan contoh kedisiplinan dan tanggung jawab di sekolah. Hal tersebut selaras dengan pernyataan Thorne tentang hybrid learning, proses belajar mengajar secara langsung dan tak langsung antara guru dengan peserta didik yang dilaksanakan secara bebas tanpa terikat waktu dan tempat. Saling berhubungan satu sama lain mengenai masalah materi dengan cara diskusi atau tanya jawab [19].

Metode Pembimbingan

Guru PAI membimbing berdasarkan pengalaman dan pengetahuannya dalam bertanggung jawab atas kelancaran proses pembelajaran di dalam kelas maupun saat melakukan bimbingan di luar kelas di saat tidak terkait dengan mata pelajaran PAI. Guru PAI memiliki kewajiban membimbing siswa seutuhnya demi tercapainya pembentukan karakter religius siswa. Model pembimbingan yang dilakukan yaitu para siswa secara langsung dibina praktik shalat serta pengajaran materi keagamaan dan Baca Tulis Al-Qur’an dengan di bimbing oleh para guru PAI terkait bacaan shalat dan gerakan shalat yang benar serta kelancaran dalam Baca Tulis Al-Qur’an. Hal ini sesuai dengan salah satu dimensi model hybrid learning yang dikemukan oleh teori Hery & Budhi, yaitu pembelajaran face to face atau luring dilakukan di kelas. Kegiatan pembelajaran luring meliputi pengajar menjelaskan materi sesuai yang telah ditentukan, menguji tingkat pengetahuan dapat dengan latihan atau ujian, menambah pengetahuan dan wawasan bisa dilakukan dengan diskusi bertukar pemikiran dan melakukan uji coba secara langsung [20].

Metode Pembiasaan

Pembiasaan yang baik penting artinya bagi pembentukan watak siswa, dan juga akan terus berpengaruh kepada siswa tersebut sampai hari tuanya. Menananmkan kebiasaan pada para siswa adalah sukar dan kadang-kadang memakan waktu yang lama. Akan tetapi, segala sesuatu yang telah menjadi kebiasaan sukar pula untuk diubah [21]. Demikian pula dengan pembiasaan di SMA Antartika Sidoarjo dengan model hybrid learning, guru PAI selain berperan dalam pembiasaan shalat berjama’ah di masjid, rutin mengikuti ekstra keagamaan, melakukan budaya senyum, salam dan sapa terhadap seluruh komponen di sekolah juga melakukan pembiasaan motivasi secara luring dan daring dalam PTMT. Hal ini dikarenakan siswa lebih menyukai pelajaran yang bersifat fakta dan senang berpikir abstrak teoritis. Dalam hal imajinasi dan berinovasi membantunya memahami teori lebih rinci. Seorang pengajar bisa menggunakan studi kasus dan eksperimen untuk luring dan pemberian materi tentang teori melalui daring [22]. Dengan adanya motivasi dari guru diharapkan pada diri siswanya dapat menguasai hal-hal yang belum dikuasai tersebut.

Guru PAI SMA Antartika Sidoarjo juga selalu mengingatkan para siswanya bahwa apabila melaksanakan shalat berjama’ah, berpakaian sesuai dengan tuntutan agama Islam, membiasakan tertib di sekolah dan membiasakan datang tepat waktu maka tidak akan mendapatkan hukuman kedisiplinan dari para guru khususnya bagian koordinator keagamaan. Penerapan dua mode pembelajaran harus membuat peserta didik menjadi termotivasi [23].

Metode reward dan punishment

Untuk memberikan motivasi dan semangat dalam proses pembinaan karakter religius kepada siswa dalam PTMT dengan model hybrid learning, maka perlu adanya reward kepada para siswa. Reward disini tujukan kepada siswa SMA Antartika Sidoarjo yang berprestasi di bidang keagamaan maka siswa diberikan bimbingan dan pembinaan oleh guru PAI SMA Antartika Sidoarjo agar dapat mengasah bakatnya tersebut. Sedangkan punishmant (hukuman) yang diberikan kepada siswa di sini adalah hukuman yang mendidik dan memberikan efek jera kepada peserta didik lain yang melanggar terhadap aturan yang berlaku di sekolah tersebut, contohnya ketika tidak melaksanakan shalat berjama’ah atau mengikuti ekstra keagamaan maupun kegiatan keagaamaan lainnya di SMA Antartika Sidoarjo, guru PAI langsung menghukum siswa tersebut dengan bentuk hukuman dengan tambahan tugas.

Untuk menumbuhkan nilai religius di lingkungan sekolah memerlukan kerja sama antara guru sebagai pengajar dengan pihak-pihak terkait. Nilai ini dapat diajarkan melalui berbagai kegiatan yang bersifat religius yang akan membentuk kebiasaan sehingga peserta didik memiliki karakter religius. Upaya penanaman nilai karakter religius di lingkungan sekolah yaitu dengan merumuskan program yang memasukkan penananaman religius yang diarahkan untuk memperperbaiki tingkah laku siswa. Reward dan punishment ini hendaknya dijadikan sebagai rutinitas dan dikomunikasikan dengan orang tua untuk ikut menerapkannya di rumah agar pembiasaan tidak sebatas di sekolah [24].

Mengenai beberapa peran guru PAI yang dipaparkan, dapat diketahui bahwa peran guru PAI yaitu mendidik, membimbing dan membina. Mendidik itu sebagian dilakukan dalam bentuk mengajar, sebagian dalam bentuk memberikan dorongan, motivasi, memuji, menghukum, memberikan contoh dan membiasakan tertib shalat berjama’ah. Selain itu, guru PAI telah mampu membina dan membimbing, memberikan nasihat dan mengingatkan para siswa untuk berperilaku Islami sehari-hari, memberikan fasilitas yang cukup untuk anak didiknya serta selalu aktif berpartisipasi dalam pembinaan yang bersifat religius. Dengan demikian, dalam PTMT dengan model hybrid learning di SMA Antartika Sidoarjo, guru PAI merupakan figur yang mampu mendidik siswa yang berkarakter, berbudaya, dan bermoral.

Disamping melakukan pembinaan dengan metode-metode yang telah dijelaskan di atas, upaya yang dilakukan untuk mengembangkan karakter religius, dalam PTMT dengan model hybrid learning di SMA Antartika Sidoarjo melalui berbagai bentuk program kegiatan keagamaan yang dibagi menjadi dua yaitu kegiatan rutin atau mingguan, kegiatan itu dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang sudah diatur oleh bidang koordinator keagamaan. Hal ini selaras dengan pernyataan Afifah yang menjelaskan bahwa untuk mengukur tingkat keberhasilan pelaksanaan pembinaan karakter di satuan pendidikan dilakukan melalui berbagai program penilaian dengan membandingkan kondisi awal dengan pencapaian dalam waktu tertentu. Dengan demikian pelaksanaan pembinaan karakter berupaya untuk meningkatkan kepribadian peserta didik menjadi manusia yang memiliki perilaku yang baik dimanapun dan kapanpun siswa berada [25].

Kegiatan keagamaan rutinan atau mingguan adalah kegiatan terjadwal yang dilakukan secara regular dan terus menerus di sekolah. Tujuannya untuk membiasakan peserta didik melakukan sesuatu kegiatan dengan baik. Setiap kegiatan selalu melibatkan siswa dan guru sehingga sebuah kegiatan dapat mengakrabkan seluruh elemen-elemen sekolah. Beberapa kegiatan diantaranya yaitu kegiatan membaca surat pendek al-Qur’an, pelaksanaan sholat berjama’ah, kegiatan jum’at berkah, dan esktra keagamaan.

Kegiatan membaca surat pendek al-Qur’an

Kegiatan ini, dalam PTMT di SMA Antartika Sidoarjo, model hybrid learning yang diterapkan yaitu secara luring atau secara langsung di sekolah dan secara daring atau secara tak langsung melalui aplikasi Zoom. Kegiatan ini merupakan bagian dari yang diajarkan dalam kurikulum dengan surat-surat pilihan, kemudian dilanjutkan memulai pembelajaran seperti biasa. Membaca al-Qur’an atau surat-surat pilihan dilakukan saat sebelum pembelajaran awal PAI. Ketika pelajaran PAI semua peserta didik diwajibkan membawa al-Qur’an dan bagi yang tidak membawa al-Qur’an harus pinjam dengan teman kelas lainnnya atau pinjam di Masjid sekolahan serta pembiasaan anak didik untuk tetap bersuci atau mempunyai wudhu. Kegiatan tersebut guna meningkatkan pemahaman dan pengetahuan siswa khususnya pada aspek karakter religius.

Pelaksanaan baca al-Qur’an dilakukan secara bersama-sama dengan di pandu oleh guru PAI masing-masing. Keutamaan membaca al-Qur’an yaitu untuk menanamkan iman atau keyakinan anak didiknya sebagai seorang muslim dan memperlancar anak didik supaya bisa membaca al-Qur’an serta mendapatkan keberkahan dalam membaca al-Qur’an. Dengan demikian, apabilai ditinjau dengan konsep hybrid learning, maka kegiatan tersebut selaras dengan pernyataan Wong yang menjelaskan bahwa model hybrid learning dalam penerapan pembelajarannya guna meningkatkan wawasan peserta didik dapat diinisiatif dengan mengkombinasikan pembelajaran luring dan daring [23].

Pelaksanaan sholat berjama’ah

Shalat merupakan kewajiban bagi umat Islam. Setelah mengajarkan tentang ketauhidan, mereka harus dididik untuk mendirikan shalat. Orang tua maupun guru harus sabar dan ikhlas dalam mengajarkan anak untuk mendirikan shalat [7]. Kegiatan sholat berjama’ah dilakukan pada waktu sholat dhuha dan sholat dzuhur. Siswa SMA Antartika Sidoarjo melaksanakan shalat dhuha saat selesai jam mata pelajaran ke 4 yaitu saat istirahat. Siswa melaksanakan shalat dhuha dan sholat dzuhur secara berjama’ah dengan dipimpin oleh guru PAI dan didampingi oleh guru wali kelasnya. Pelaksanaan shalat dhuha dalam PTMT wajib dilakukan oleh siswa SMA Antartika Sidoarjo.

Konsep hybrid learning yang diterapkan adalah luring dikarenakan karena adanya pengabsenan, apabila salah satu siswa tidak melaksanakan shalat dhuha biasanya akan mendapatkan hukuman kedisiplinan dari guru PAI yang bertugas. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa meskipun ada dorongan dari guru PAI namun kebanyakan siswa jarang melaksanakan shalat dhuha dan sholat dzuhur mereka mengatakan belum sempat menyisihkan waktunya dengan melaksanakan shalat dhuha di rumah.

Kegiatan Jum’at Berkah

Hari Jum’at berkah juga merupakan kegiatan unggulan SMA Antartika Sidoarjo baik sebelum PTMT maupun dalam masa PTMT dan dilakukan setiap seminggu sekali yang dilakukan setiap hari Jum’at. Adapun serangkaian kegiatan keagamaan yang dilaksanakan pada hari Jum’at yaitu kegiatan Baca al-Qur’an yang dilakukan sebelum di mulai kegiatan belajar mengajar jam pertama kurang lebih 10 menitan. Kegiatan ini berupa pembacaan Tartil al-Qur’an dengan dipandu guru PAI. Pembacaan Tartil al-Qur’an diikuti atau ditiru oleh seluruh siswa muslim, guru atau karyawan muslim dan seluruh keluarga besar SMA Antartika Sidoarjo. Pada saat itu seluruh karyawan maupun guru SMA Antartika Sidoarjo dilarang melakukan aktivitas dan harus duduk dimanapun itu berada lalu menirukan lantunan ayat al-Qur’an yang ditartilkan oleh guru PAI. Tujuan diadakan kegiatan ini adalah menyempatkan seluruh warga sekolah untuk membaca al-Qur’an di pagi hari dengan tujuan mendapatkan pahala dan kelak akan mendatangkan syafa’at dari Allah SWT.

Selain kegiatan baca al-Qur’an, ada juga kegiatan Jum’at Amal yakni mengeluarkan infaq setiap hari Jum’at pagi. Kegiatan Jum’at amal dilakukan di dalam kelas masing-masing kelas yang dikoordinatori oleh OSIS SMA Antartika Sidoarjo, setiap hari Jum’at pagi sekitar pukul 08.00 WIB atau saat jam pelajaran ke dua (sebelum jam pertama istirahat). Kegiatan Jum’at amal dipandu oleh petugas piket OSIS SMA Antartika Sidoarjo yang bertugas mengumpulkan infaq setiap masing-masing kelas. Hasil rekapan dari infaq tersebut lalu dihitung dan ditulis di papan pengumuman Masjid Wahyu Yuha. Tujuan diadakan kegiatan Jum’at amal adalah guna untuk belajar keikhlasan anak didik dan sebagai contoh perbuatan amal sosial yang diajarkan anak sejak dini agar menjadi terbiasa di rumah atau dimanapun mereka berada. Hasil infaq tersebut akan digunakan dengan semestinya sebagai dana untuk pelaksaan kegiataan keagamaan lainnya.

Ekstra Keagaamaan

Kegiatan ekstra keagamaan adalah usaha yang dijalankan dalam bentuk kegiatan yang dilakukan di luar jam pelajaran tatap muka, baik dilaksanakan di sekolah atau di luar sekolah dengan tujuan untuk memperluas wawasan pengetahuan dan kemapuan yang telah dipelajari siswa dalam bidang studi PAI. Kegiatan ekstrakurikuler keagamaan dilaksanakan sesuai dengan jadwal masing-masing dalam PTMT. Adapun kegiatan ekstrakurikuler keagamaan di SMA Antartika Sidoarjo adalah Ekstra Baca Al-Qur’an. Kegiatan tersebut dilaksanakan sesuai dengan jadwal masing-masing. Baca al-Qur’an di laksanakan seminggu dua kali yaitu hari Selasa dan Jum’at pada saat kegiatan belajar mengajar di kelas selesai.

Tujuan diadakan baca al-Qur’an adalah sebagai pembinaan dan bimbingan bagi anak didik yang belum lancar dalam Baca Tulis al-Qur’an. Kegiatan ini juga bisa meningkatkan akidah akhlak para siswa dan mencapai sikap akhlakul karimah mengingat proses pembelajaran lebih difokuskan kepada aspek afektif dalam bentuk pendalaman materi, praktek, latihan dan Baca Tulis Al-Qur’an. Hal tersebut selaras dengan pernyataan Haryati yang menjelaskan bahwa aspek kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir termasuk di dalamnya kemampuan memahami, menghapal, mengaplikasi, menganalisis, mensistesis dan mengevaluasi [26].

Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa agar para siswa membiasakan diri melakukan hal yang baru dan menanamkan sikap mandiri dan diwajibkan untuk belajar Baca Tulis Al- Qur’an agar siswa bisa fasih membaca al-Qur’an. Sebagai bukti bahwa telah mengikuti kegiatan keagamaan, biasanya pihak sekolah dalam hal ini bidang keagaaman akan memberikan sertifikat khusus yang disertai dengan nilai tes evaluasi Baca Tulis Al-Qur’an, Hafalan Juz ‘Amma, praktik ibadah dan pendalaman materi-materi yang diberikan saat mengikuti kegiatan. Bagi para siswa, sertifikat ini sangat penting karena bisa menjadi bukti bahwa siswa telah mengikuti kegiatan keagamaan sesuai dengan program di SMA Antartika Sidoarjo dalam PTMT dengan model hybrid learning. Dengan demikian berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa untuk pembinaan karakter religius siswa, maka guru PAI di SMA Antartika Sidoarjo berperan membuat nilai-nilai religius melalui berbagai rangkaian pelaksanaan kegiatan keagamaan rutinan atau mingguan.

Namun, menariknya dari berbagai upaya di atas, guru PAI SMA Antartika Sidoarjo melakukan evaluasi untuk mengetahui sejauh mana efektifitas kegiatan dengan model hybrid learning berdasarkan pencapaian tujuan yang ditentukan. Lalu hasil evaluasi dijadikan sebagai umpan balik untuk menyempurnakan proses pelaksanaan upaya guru PAI dalam pembinaan karakter religius siswa melalui program keagamaan. Langkah evaluasi ini sangat mutlak untuk dilakukan sebagai pengendali. Bentuk evaluasi yang diberikan adalah evaluasi esidentil yaitu evaluasi yang diberikan seketika/saat kegiatan telah selesai dilaksanakan.

Selain itu, ada juga evaluasi yang dilakukan secara keseluruhan, untuk semua kegiatan yang telah direncanakan dan dilaksanakan, dilakukan setiap akhir semester dan akhir tahun ajaran. Yang menjadi acuan evaluasi adalah program yang telah dibuat dan disepakati dalam kegiatan perencanaan. Setelah melakukan observasi, peneliti mendapatkan hasil bahwa proses evaluasi upaya guru PAI dan pelaksanaan kegiatan keagamaan memang dilakukan oleh guru PAI, koordinator keagamaan, serta wali kelas masing-masing.

Berdasar pada evaluasi yang dilakukan, dapat diketahui hasil upaya guru PAI dan pelaksanaan program keagamaan dalam pembinaan karakter religius siswa dalam PTMT dengan model hybrid learning di SMA Antartika Sidoarjo yakni siswa menjadi taat dalam beribadah dan memiliki pengetahuan keagamaan yang baik, siswa mendapatkan pengalaman baru dan kesadaran diri, dan siswa memiliki akhlak yang baik.

Alhasil, program keagamaan koordinator keagamaan sudah berjalan cukup baik, namun masih banyak lagi upaya yang harus dilakukan untuk menunjang program tersebut. Upaya guru PAI melalui program kerja keagamaan dalam pembinaan karakter religius sudah sepenuhnya merata, karena dukungan dari kepala sekolah dan guru atau staf karyawan di SMA Antartika Sidoarjo serta orang tua murid juga sangat penting untuk mempermudah pelaksanaan program kerja yang sudah berjalan mengingat program dilakukan dalam masa pandemi covid-19.

Meskipun program tersebut sudah berjalan dengan sesuai rencana, namun setidaknya sudah ada sedikit demi sedikit perubahan atau hasil yang diperoleh siswa. Hal demikian dapat dilihat dari perkembangan karakter religius dan pendalaman keagamaan pada siswa. Di sini guru PAI menguasai dengan sebaik-baiknya untuk membina dan membimbing para siswanya, jika hanya mengandalkan guru PAI dan pihak sekolah tentunya sangat tidak memungkinan karena keterbatasan waktu di sekolah dan pemahaman siswa yang bertahap, oleh karena itu diperlukan peran orang tua/wali murid yang selalu mengawasi, membina dan membimbing perkembangan anak-anak mereka agar sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Tujuannya agar semua data masukan dari hasil penerapan pembelajaran dengan model hybrid learning dapat menjadi landasan dalam mengambil keputusan tindakan selanjutnya (Arikunto, 2013:13).

Dalam pembinaan karakter religius dalam PTMT di SMA Antartika Sidoarjo terdapat banyak faktor yang mempengaruhinya yang tentunya faktor tersebut merupakan faktor pendukung dan faktor penghambat. Sumber faktor tersebut berasal dari berbagai upaya yang telah dilakukan guru PAI menjadi faktor penentu berkembang atau tidaknya karakter religius siswa. Apabila seorang guru PAI mampu menanggulangi faktor-faktor yang menjadi hambatan serta memaksimalkan segala potensi-potensi yang bisa menjadikan sesuatu kekuatan, maka pembinaan karakter religius dalam PTMT bukanlah hal yang mustahil. Berikut ini pembahasan faktor pendukung dan penghambat dalam pembinaan karakter religius dalam PTMT di SMA Antartika Sidoarjo.

Faktor Pendukung

Faktor pendukung adalah faktor yang menjadikan sesuatu kekuatan bagi upaya yang dilakukan oleh guru PAI dalam pembinaan karakter religius dalam PTMT di sekolah. Faktor-faktor pendukung guru PAI dalam pembinaan karakter religius diharapkan perlu dimaksimalkan agar tujuan dari peran-peran guru PAI dapat benar-benar tercapai dengan baik. Faktor pendukung internal sendiri yang sangat berpengaruh dalam pembinaan karakter religius siswa yaitu mendapat respon dan dukungan positif dari guru lain, staf karyawan, guru PAI di SMA Antartika Sidoarjo bahkan adanya hubungan yang baik dengan wali murid atau orang tua siswa sehingga anaknya senantiasa antusias dalam menjalankan rangkaian program keagamaan di sekolah demi kebaikan siswa. Warga sekolah juga merupakan faktor internal yang sangat berpengaruh karena warga sekolah lah yang menjadi pencetus, perancang, pelaksana serta pengevaluasi dalam setiap kegiatan yang ada di sekolah. Sedangkan wali murid/orang tua sangat berperan aktif dalam mendorong motivasi, mengawasi, dan memberikan kasih sayang kepada anaknya sehingga anaknya cenderung lebih bersemangat dalam belajar, mengikuti kegiatan keagamaan di sekolah dan selalu melakukan hal-hal positif.

Kemudian faktor yang lain adanya perbuatan baik yang selalu diulang-ulang sehingga menjadi kebiasaan dan terbentuknya akhlak yang baik padanya. Seperti selalu mengucapkan salam dan sapa kepada guru dan sesama temannya, membiasakan tertib shalat 5 waktu, dan rutin membaca al-Qur’an. Dengan pembinaan karakter religius oleh guru PAI, dalam PTMT siswa dapat melatih kesadaran siswa untuk lebih peduli terhadap sesama dan tidak lupa untuk mempraktekkan atau mengaktualisasikan beberapa ilmu yang telah mereka pelajari dan pahami dari guru PAI di sekolah. Selain itu, adanya fasilitas atau sarana dan prasarana yang cukup akan menunjang kelancaran dan kesuksesan program keagamaan sekolah sehingga untuk mendukung proses pembinaan karakter religius dan tertanamnya karakter religius siswa.

Sedangkan faktor eksternal juga membantu dalam pembinaan karakter religius, mulai dari guru sebagai pusat perhatian serta keteladanan, bentuk keteladan itu mencontohkan melalui ikut shalat berjama’ah ataupun ikut serta dalam kegiatan keagamaan yang dapat mengembangkan karakter religius siswa. Lalu partisipasi dan keikutsertaan guru PAI dalam mendampingi siswa saat mengikuti setiap kegiatan keagamaan seperti shalat berjama’ah, pembinaan baca al-Qur’an, dan kegiatan ekstra keagamaan.

Faktor Penghambat

Pelaksanaan peran guru PAI dalam pembinaan karakter religius selain memilki faktor pendukung tentu juga dalam pelaksanaannya memiliki faktor penghambat juga. Faktor pendukung dan penghambat adalah hal yang sangat erat dan tidak dilepaskan. Untuk mencapai tujuan yang diharapkan terdapat beberapa faktor penghambat yang dapat menghambat peranan guru PAI dalam menjalankan tugasnya membina karakter religius dalam PTMT di SMA Antartika Sidoarjo. Faktor internal yang dapat menghambat terlaksananya pembinaan karakter religius yaitu karakter dan sikap siswa yang masih labil (berubah-ubah). Sikap dan perilaku siswa yang beragam sehingga tidak keseluruhan guru PAI ataupun guru umum lainnya dapat memfahami keinginan atau mengerti karakter mereka. Lalu adanya pemahaman siswa yang lemah dalam menerima setiap bimbingan dan pembinaan dari guru agama serta siswa tidak memperhatikan perintah guru dan cenderung berpura-pura memperhatikan nasihat dan arahan dari guru terutaa pada guru agama. Lebih parahnya lagi, siswa cenderung ikut-ikutan dengan teman sebayanya sehingga tidak memiliki pendirian yang tetap apalagi kurangnya kesadaran siswa untuk mengikuti kegiatan keagamaan di sekolah. Hal tersebut menjadi tantangan bagi guru PAI untuk mampu mengendalikan situasi agar dapat menyisipkan perannya dalam pembinaan karakter religius siswa. Kemerosotan akhlak (perilaku) disebabkan oleh kurang tertanamnya jiwa agama yang cenderung mengikuti rekan sejawatnya di keluarga [28].

Sedangkan faktor eksternal dalam menghambat pembinaan karakter religius dalam PTMT di SMA Antartika Sidoarjo ini juga merupakan salah satu faktor yang harus diantisipasi yaitu adanya pengaruh dari lingkungan masyarakat yang kurang baik sehingga pergaulan siswa menjadi tidak benar dan menyimpang. Lingkungan di sekitar baik di dalam maupun diluar sekolah, lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat, seringkali menjadi faktor penghambat dalam pembentukan karakter religius siswa. Melalui pergaulan yang salah seseorang akan terpengaruh karakter religiusnya [29].

Seperti yang diketahui bahwa lingkungan sangat mempengaruhi kondisi psikologi ataupun perkembangan siswa. Lalu adanya pengaruh pada lingkungan keluarga terutama orang tua mereka kurang bersikap tegas kepada anak-anaknya sehingga mereka terlalu dimanja, lalu orang tua yang kurang mengawasi anaknya dan membiarkan anaknya berbuat yang tidak sesuai akhlak. Kemudian lingkungan keluarga, masih ada beberapa orang tua yang kurang memperhatikan pengamalan karakter religius, padahal di sekolah anak dididik oleh gurunya semaksimal mungkin agar anak tersebut mempunyai karakter religius. Situasi yang dialami siswa di luar lingkungan sekolah berkaitan dengan kondisi di luar sekolah, misalnya lingkungan keluarga dan masyarakat tempat siswa tinggal.

Pada dasarnya pembinaan karakter di sekolah hanya memperkuat karakter yang sudah terdapat pada siswa sehingga dalam pelaksanaannya harus dengan kerja sama semua pihak termasuk lingkungan keluarga dan masyarakat untuk menciptakan lingkungan yang baik untuk siswa dalam menjaga karakter yang telah diperkuat [30]; [31]. Faktor yang dominan di dalam lingkungan keluarga yaitu orang tua yang super sibuk sehingga kurang mengontrol dan memperhatikan perkembangan anak-anaknya serta perilaku taat beragamanya. Ditambah lagi, ada orang tua murid yang mengalami broken home sehingga anaknya kurang terawat dan cenderung jarang mempedulikan atau ikut serta dalam pelaksanaan keagamaan di sekolah. Dan terakhir orang tua yang kurang peduli dengan pendidikan keagamaan anak sehingga mereka menyerahkan seutuhnya pendidikan anak kepada pihak sekolah.

Disisi lain, adanya pengaruh dari penggunaan media elektronik seperti gadget, media sosial dan internet. Penggunaan media sosial yang berlebihan dapat mempengaruhi akhlak peserta didik. Hal ini terjadi karena para siswa kurang mampu menahan dirinya terhadap hal-hal negatif yang terdapat dalam penggunaan media sosial. Hal ini sebagaimana Allah telah memberikan gambaran tentang teknologi bagi pendahulu yang diperbarui dan dikembangkan supaya menjadi lebih memudahkan. Penggunaan teknologi dalam pembelajaran salah satunya dengan hybrid learning, sebagaimana firman-Nya tercantum dalam surah Al-Anbiya’ ayat 80-81 [32]. Ayat tersebut menjelaskan bahwa landasan tentang usaha dan pembuatan alat yang digunakan untuk peperangan dan sebab-sebab. Ajaran Islam menganjurkan manusia untuk menciptakan atau memakai alat yang dapat memudahkan dalam melakukan pekerjaan. Penggunaan alat di era sekarang bisa dikatakan dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi. Secara khusus, akhlak mereka akan menjadi buruk saat para siswa tidak membatasi penggunaan media sosialnya baik itu secara waktu penggunaan, isi atau konten yang dibuka, serta aktivitas mereka dalam menggunakan media sosial.

Dari faktor-faktor penghambat guru PAI di atas, dapat diketahui bahwa dalam pembinaan karakter religius tidak akan mudah seperti yang direncanakan apalagi pengaruhnya dari lingkungan keluarga dan masyarakat, oleh karena itu pihak sekolah khususnya guru PAI diharapkan dapat melakukan pendekatan dan mengenal setiap karakter dari siswanya agar dapat mengawasi dan mengontrol setiap perkembangan karakter siswanya.

Simpulan

Guru PAI berperan dalam pembinaan karakter religius dalam PTMT dengan model hybrid learning di SMA Antartika Sidoarjo di mana guru PAI telah mampu membina dan membimbing, memberikan contoh keteladanan dan nasihat, mengingatkan siswanya untuk berperilaku Islami sehari-hari, memberikan fasilitas yang cukup serta memberikan reward dan punishment untuk siswanya. Peran guru PAI tersebut diwujudkan dalam bentuk pelaksanaan program keagamaan yaitu shalat berjama’ah, do’a bersama, baca tulis al-Qur’an, kegiatan hari Jum’at berkah, ekstra keagamaan, kegiatan keagamaan tahunan dan penciptaan suasana religius di SMA Antartika Sidoarjo. Beberapa faktor yang mendukung dan menghambat guru PAI dalam pembinaan karakter religius dalam PTMT dengan model hybrid learning di SMA Antartika Sidoarjo dibagi menjadi dua faktor yaitu internal dan eksternal. Pada faktor pendukung lebih dominan pada faktor internal di mana lingkungan sekolah dapat membantu secara optimal untuk mewujudkan pembinaan karakter religius siswa. Sedangkan pada faktor penghambat lebih dominan pada faktor eksternal yaitu lingkungan keluarga dan lingkungan sosial dimanapun siswa berada.

Adapun, saran yang dapat diberikan peneliti bagi guna perkembangan selanjutnya ke arah yang lebih baik yaitu pada aspek metode reward dan punishment dengan model hybrid learning perlu dilakukan secara konsisten dan berkesinambungan serta perlunya kerjasama dengan pihak lain agar semakin meningkatkan karakter religius siswa SMA Antartika Sidoarjo.Sehingga dapat menciptakan inovasi dan kreativitas dalam membina karakter religius siswa.

References

  1. Sekretariat GTK, “Kebijakan Kemendikbud di Masa Pandemi,” gtk.kemdikbud.go.id, 2020. .
  2. Kemendikbud, “Mendikbud Terbitkan SE tentang Pelaksanaan Pendidikan dalam Masa Darurat Covid-19,” kemdikbud.go.id, 2020. .
  3. Sutjipto, “Rintisan Pengembangan Pendidikan Karakter di Satuan Pendidikan,” J. Pendidik. dan Kebud., vol. 17, no. 5, p. 501, 2011, doi: 10.24832/jpnk.v17i5.45.
  4. I. Anshori, “Penguatan Pendidikan Karakter di Madrasah,” Halaqa Islam. Educ. J., vol. 1, no. 2, pp. 63–74, 2017, doi: 10.21070/halaqa.v1i2.1243.
  5. A. A. Yusuf, Studi Agama Islam. Bandung: Pustaka Setia, 2003.
  6. U. A. Syafri, Pendidikan Karakter Berbasis Al-Qur’an. Jakarta: Grafindo Persada, 2012.
  7. R. A. S. dan M. Kadri, Pendidikan Karakter Mengembangkan Karakter Anak Yang Islami. Jakarta: Bumi Aksara, 2016.
  8. Marzuki, Pendidikan Karakter Islam, Cet.1. Jakarta: Amzah, 2015.
  9. E. F. Fahyuni, D. Nastiti, and M. B. U. B. Arifin, Media Cerita Bergambar Akidah Akhlak Berbasis Value Clarrification Technique. Sidoarjo: Nizamia Learning Center, 2020.
  10. H. Dihamri, W. Sugandi, Zairin, and A. Srifitriani, “Blended Learning Alternatif Pembelajaran Pada Pendidikan Tinggi Era New Normal,” J. Georafflesia, vol. 6, no. 1, pp. 1–10, 2021, doi: 10.32663/georaf.v6i1.2025.
  11. Verawati and Desprayoga, “Solusi Pembelajaran 4.0: Hybrid Learning,” in Seminar Nasional Pendidikan Program Pascasarjana Universitas PGRI Palembang, 2019, pp. 1183–1192.
  12. M. Makhin, “Hybrid Learning: Model Pembelajaran Pada Masa Pandemi Di Sd Negeri Bungurasih Waru Sidoarjo,” MUDIR J. Manaj. Pendidik., vol. 3, no. 2, pp. 96–103, 2021, [Online]. Available: http://ejournal.insud.ac.id/index.php/mpi/index.
  13. I. Anshori, “Melacak State Of The Art Fenomenologi Dalam Kajian Ilmu-Ilmu Sosial,” Halaqa Islam. Educ. J., vol. 2, no. 2, pp. 165–181, 2018, doi: 10.21070/halaqa.v2i2.1814.
  14. J. W. Creswell, Research Design Pendekatan Metode Kualitatif, Kuantitatif, dan Campuran, IV; A. Faw. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2019.
  15. Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, 2nd ed. Bandung: CV Alfabeta, 2019.
  16. M. . Miles, M. Huberman, and J. Saldana, Qualitative Data Analysis. Sage Publication, 2014.
  17. L. D. M. Syaroh and Z. M. Mizani, “Membentuk Karakter Religius dengan Pembiasaan Perilaku Religi di Sekolah: Studi di SMA Negeri 3 Ponorogo,” Indones. J. Islam. Educ. Stud., vol. 3, no. 1, pp. 63–82, 2020, doi: 10.33367/ijies.v3i1.1224.
  18. Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Kalam Mulia, 2005.
  19. Fauzun and F. Arifin, Hybrid Learning sebagai Alternatif Model Pembelajaran. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2017.
  20. H. Hendrayati and B. Pamungkas, “Implementasi Model Hybrid Learning pada Proses Pembelajaran Mata Kuliah Statistika II di Prodi Manajemen FPEB UPI,” J. Penelit. Pendidik., vol. 13, no. 2, pp. 181–184, 2013, doi: 10.17509/jpp.v13i2.3430.
  21. K. Ulya, “Pelaksanaan Metode Pembiasaan di Pendidikan Anak Usia Dini Bina Generasi Tembilahan Kota,” ASATIZA J. Pendidik., vol. 1, no. 1, pp. 49–60, 2020, doi: 10.46963/asatiza.v1i1.58.
  22. K. Olapiriyakul and J. M. Scher, “A Guide to Escablishing Hybrid Learning Courses: Employing Information Technology to Create A New Learning Experience, and A Case Study,” J. Internet High. Educ., vol. 9, p. 298, 2009.
  23. A. T. T. Wong, 5i: A Design Framework for Hybrid Learning. Hongkong: Caritas Francis Hsu College, 2008.
  24. S. Kurniawan, “Pendidikan Karakter: Konsepsi dan Implementasinya secara terpadu di Lingkungan Keluarga, Sekolah, Perguruan Tinggi,” 2018.
  25. Afifah, “Strategi Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) Dalam Menanamkan Nilai-Nilai Karakter Pada Siswa (Studi Multi Kasus di SDI Raudlatul Jannah Sidoarjo dan SDIT Ghilmani Surabaya),” Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, 2016.
  26. M. Haryati, Model & Teknik Penilaian Pada Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Gaung Persada Press, 2008.
  27. S. Arikunto, Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta, 2013.
  28. Z. Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, 11th ed. Jakarta: Bumi Aksara, 2011.
  29. G. Heri, Pendidikan Karakter: Konsep dan Implementasi. Bandung: Alfabeta, 2012.
  30. A. O. Hastuti and N. Fatimah, “Implementasi Pendidikan Karakter Religius Dalam Pembelajaran Sosiologi (Studi Kasus di SMA Negeri 1 Comal),” Solidar. J. Educ. Soc. Cult., vol. 4, no. 2, 2015.
  31. Y. Yusnita et al., “The Effect of Professional Education and Training for Teachers (PLPG) in Improving Pedagogic Competence and Teacher Performance,” Tadris J. Kegur. dan Ilmu Tarb., vol. 3, no. 2, pp. 123–130, 2018, doi: 10.24042/tadris.v3i2.2701.
  32. Muhammad Abdur Razaq, Al-Qur’an dan Terjemahan. Kudus: Menara Kudus, 2010.