Abstract

This study aims to determine the learning of the Koran with the yanbu'a model for the quality of the pronunciation of hijaiyah letters at the Ar-Roudhoh Krian Sidoarjo Islamic Boarding School and to find out the supporting and inhibiting factors in its application. The research method used is descriptive qualitative which produces data in the form of written words from the results of interviews, observations and documentation. The results showed that: (1) The application of the Yanbu'a model used 3 classical models, sorogan, and tadarus. Although the learning of the Qur'an was carried out well, phonological errors were found in the pronunciation of the hijaiyah letters, namely consonant errors and vowel errors. (2) The supporting factors are in practice using many variations and supported by khataman activities and giving awards to students who have achieved the memorization target. While the inhibiting factor is the application of existing regulations during the learning process of the Al-Qur'an pronunciation of the hijaiyah letters that are not enforced to students, especially the inadequate facilities and infrastructure so that the yanbu'a model for the quality of the pronunciation of the hijaiyah letters is less than optimal.

Pendahuluan

Al-Qur’an merupakan petunjuk hidup bagi umat Islam di dunia dan akhirat. Mempelajari al-Qur’an sangatlah penting. Karena al-Qur’an dijadikan sebagai pedoman hidup umat Islam sehingga pelafalan huruf dalam memahami dan membaca al-Qur’an merupakan tahap awal yang harus dijalani dalam proses pembelajaran al-Qur’an. Huruf dalam al-Qur’an adalah huruf hijaiyah yang merupakan salah satu jenis huruf yang khas yang ditampilkan dalam Al-Qur’an yang memang disusun menggunakan huruf hijaiyah dengan makhraj yang berbeda sekaligus mengisyaratkan bahwa Al-Qur’an diturunkan menggunakan bahasa Arab [1]. Dalam proses pembelajaran tersebut tentunya masih diperlukan pembimbing khusus/ahli tajwid yang sudah mampu membaca Al-Qur’an untuk mengenalkan dan mengajarkan huruf hijaiyah pada pembelajar.

Dalam pelafalan huruf hijaiyyah ada yang berbeda dan ada yang sama dengan pengucapan huruf bahasa Indonesia, maka untuk dapat membacanya dengan baik dan benar diperlukan kecermatan dan keuletan [2]. Nampak jelas bahwa pada abjad Indonesia dan huruf hijaiyyah terdapat perbedaan dalam pelafalan, sehingga banyak masyarakat Indonesia yang mengalami kesulitan dalam artikulasi atau pelafalan huruf hijaiyah. Maka demi kelancaran dan kebaikan dalam pelafalan bacaan Arab, setiap huruf harus dibunyikan sesuai artikulasinya. Kesalahan dalam artikulasi dapat menimbulkan perbedaan makna atau kesalahan arti pada bacaan yang sedang dibaca. Dalam kondisi tertentu, kesalahan ini bahkan dapat menyebabkan kekafiran apabila dilakukan dengan sengaja [3]. Untuk itu kebenaran dalam melafalkan huruf hijaiyah sangatlah penting.

Dalam sistem pengajarannya terdapat model Yanbu’a. Munculnya yanbu’a mempunyai arti sumber, mengambil dari kata Yanbu’ul Qur’an yang berarti sumber Al-Qur’an. Yanbu’a berkembang pada tahun 2004 terdiri dari 7 juz atau jilid yang mana dalam pembelajaran dimulai dengan pengenalan huruf hijaiyyah besera harakatnya ditulis secara bertahap dari tingkat yang sederhana sampai kepada tingkat yang paling sulit. Selain itu, dalam Yanbu’a tidak hanya diajarkan tentang membaca al-Qur’an saja tetapi juga diajarkan menulis al-Qur’an. Kemudian berkaitan dengan visi dan misi pembelajaran al-Qur’an dengan model Yanbu’a ini adalah agar tercapainya generasi qur’aniy dan amaliy. Misinya yang pertama menciptakan generasi ahli Qur’an dalam bacaan dan pengamalan lewat pendidikan, kedua membumikan rasm utsmani, dan yang ketiga memasyarakatkan mudarosah, idaroh dan musyafahah al-Qur’an dengan ahli Qur’an sampai khatam [4].

Model Yanbu’al dipandang sebagail metode yangl mempunyai sisteml percepatan yangl baik dalaml penguasaan All-Qur’lan. Karena model inil penyempurna daril model-model lain diantaranya At-tartila, Al-qiroati, Iqro’ dan lainnya. Model Yanbu’a memiliki beberapa keistimewaan lagi diataranya ditulis menggunakan khas Rosm Ustmani, Materi pelajarannya disesuaikan dengan kemampuan siswa, diajarkan cara menulis Arab Pegon dan angka romawi, Diperkenalkan dengan bacaan ghorib dan fawatichuccuwar diajarkan untuk menghafal surat-surat pendek/surat pilihan sesuai tingkat pembelajarannya [5].

Pondok Pesantren Ar-Roudhoh yang terletak di Kelurahan Tambak Kemerakan Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo merupakan lembagal pendidikan Islaml yang didirikanl pada tahunl 2015. Permasalahan yangl terjadi Pondok Pesantren Ar-Roudhoh Krian, Sidoarjo inil kaitannya dalaml pembelajaran membacal Al-Qurl’an ladalah, masih banyakl santri Pondok Pesantren Ar-Roudhoh Krian yang membaca All-Qur’anl masih terbatal-bata danl dalam pengucapanl makhorijul hurufnyal belum sempurnal atau beluml fasih. Sehinggal dapat dikatakanl bahwa pelafalanl huruf hijaiyahl santri masihl sangat lrendah. Hal inil dikarenakan pembelajaranl masih bersifatl monoton ataul klasikal, yaitul pembelajaran masihl berpusat padal guru danl media yangl digunakan masihl sangat sederhanal sekali yaitul hanya papanl tulis lsaja, sehingga santril lebih seringl bosan danl tidak semangatl dalam lpembelajaran. Kenyataannya masih banyak siswa yang tidak menikmati apa yang dibacanya, mereka membaca tetapi tidak memahami apa yang dibaca. Oleh karena itu, kemampuan memahami bacaan anak menjadi berkurang karena membaca dianggap sebagai kegiatan yang membosankan [6].

Selain itu, kurangnya tenaga pendidikl yang memilikil pengetahuan tentangl model pembelajaranl merupakan salahl satu probleml yang harusl diselesaikan. Pondokl Pesantren Arl-Roudhoh dalaml kegiatan pembelajaranl Al-Qurl’an Hadistl khususnya tentangl bacaan All-Qur’anl masih menerapkanl model pembelajaranl konvensional. Metodel ini dipandangl peneliti sebagail metode yangl mempunyai sisteml pembelajaran yangl kurang efektifl jika diterapkanl dalam pembelajaranl membaca All-Qur’lan. Oleh karenal itu penelitil berinisiatif untukl melakukan inovasil baru yaitul dengan menerapkanl model pembelajaranl membaca All-Qur’anl Yanbu’la. Karena modell ini merupakanl penyempurnaan daril model belajarl Al-Qurl’an yangl ada lseperti: Qiro’lati, Iqro’ danl lainnya.

Hinggal saat inil pembelajaran All-Qur’anl menggunakan modell-model tersebutl telah diterapkanl di beberapal lembaga lpendidikan, baik itul lembaga pendidikanl formal ataul pun nonl formal. Pemilihanl model Yanbul’a sendiril tidak lepasl dari mudahnyal akses dalaml mendapatkan perangkatl yang adal seperti: pedomanl pembelajaran, lbuku, alat lperaga, dan apabilal terdapat permasalahanl dapat dikonsultasikanl langsung kepadal penyusun metodel tersebut.

Dalam model Yanbu’al ini memilikil beberapa keistimewaanl atau bisal dikatakan sebagail kelebihan jugal dibandingkan model pembelajaran Al-Qur’an lainnya, yakni semua tulisanl menggunakan Rasml Utsmany, tulisanl Al-Qurl’an yangl ditulis dil atas perintahl beliau sahabatl Utsman binl Affan lr.a. Kemudianl semua bacaanl Imam Chafshl dari Qirol’at Imaml Ashim daril Thoriq Syatibil yang dikenall dengan Qirol’ah Masyhurohl diterangkan dil dalam Yanbul’a. Denganl memakai Yanbul’a, berartil punya gurul Al-Qurl’an yangl gurunya gurul sanadnya Muttashill (sambung) sampail Rasulullah SAWl - Malaikat Jibrill - Allah Azzal Wajalla. Adanyal Al-Qurl’an All Quddus (Rasml Utsmany) yangl sudah dilengkapil panduan waqofl dan libtida’, sehingga bagil pemula yangl walaupun beluml mengerti artinyal dilatih bisal waqaf danl ibtida‟ denganl benar. Selainl itu, adanyal ijazah amalanl khusus untukl orang tual/guru sertal adanya standarisasil Tawassul, danl adanya Rekomendasil Kementerian Agamal RI Direktoratl Jendral Pendidikanl Islam Indonesial [7].

Adanya penelitian terdahulu yang menjadi bahan rujukan peneliti yaitu penelitian yang berjudul Penerapan Metode Yanbu’a Dalam Meningkatkan Ketepatan Melafalkan Ayat Al-Qur'an Siswa di Taman Pendidikan Al-Qur’an Syaiur-Rifa’ Malang. Penelitian tersebut mengkaji penerapan metode yanbu’a dalam meningkatkan ketepatan melafalkan ayat al-Qur’an dan mendeskripsikan upaya guru dalam membimbing siswa mengenai bacaan huruf hijaiyah yang susah di TPQ Syaiur-rifa’ Malang [8]. Hasil penelitianl tersebut menunjukkan bahwal metode Yanbul’a yangl digunakan dengan sistem klasikal dan sorogan serta menekankan metode pengulangan bagi siswa yang masih kesulitan dalam melafalkan ayat Al-Qur’an. Adapun dalam penelitian ini mencoba untuk mengeksplorasi metode apa saja yang diterapkan selain klasikal dan sorogan, serta menguraikan kualitas yang ditampilkan dalam pelafalan huruf hijaiyah di Pondok Pesantren Ar-Roudhoh Krian Sidoarjo dengan memperhatikan kajian teori fonologi perbaikan pelafalan huruf hijaiyah. Dalam pengembangannya juga akan dijelaskan faktor pendukung dan penghambatnya agar informasi yang didapatkan bersifat komprehensif.

Model Yanbu’a merupakan teknik penyampaian pada peserta anak didik dirasa sangat mudah, efektif dan universal. Sehingga diharapkan metode ini dapat menyebarluaskan di wilayah pelosok ataupun kota-kota besar. Model ini tidak harus menggunakan dana yang banyak bagi santri, cukup mempunyai kreativitas dan semangat ustad dan ustadzah agar model ini dapat tersampaikan secara maksimal. Dengan demikian, mengacu pada penjelasan di atas, maka peneliti tertarik untuk mengkaji mengenai pembelajaran Al-Qur’an dengan model Yanbu’a untuk kualitas pelafalan huruf hijaiyah di Pondok Pesantren Ar-Roudhoh Krian Sidoarjo.

Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, jenis pendekatan penelitian yang digunakan adalah adalah deskriptif kualitatif dengan maksud memberi gambaran komprehensif dan mendalam terhadap situasi atau proses yang diteliti, yaitu memberikan gambaran pada pembelajaran Al-Qur’an dengan model yanbu’a untuk kualitas pelafalan huruf di Pondok Pesantren Ar-Roudhoh Krian Sidoarjo. Selain itu, hal ini dikarenakan ingin mengeksplor fenomena yang tidak dapat dikuantifikasikan yang bersifat deskriptif seperti langkah kerja, formula suatu resep, pengertian suatu konsep yang beragam, karakteristik suatu barang dan jasa, gambar-gambar, gaya, budaya, model fisik suatu artefak, dan lain sebagainya [9]. Sehingga dalam penelitian ini, penulis bertujuan untuk menyajikan data, menganalisis data, dan mendeskripsikan suatu fenomena dengan melalui gambar-gambar serta penjelasan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta yang ada. Kemudian penulis juga berusaha untuk mendeskripsikan, menganalisis dan menginterpretasikan tentang pembelajaran Al-Qur’an dengan model yanbu’a di Pondok Pesantren Ar-Roudhoh Krian Sidoarjo.

Adapun subyek penelitiannya adalah Pembina, Ketua, dan Ustadzah TPQ Pondok Pesantren Ar-Roudhoh Krian Sidoarjo, Ustadzah Pondok Pesantren Ar-Roudhoh serta Siswi kelas 7 TPQ di Pondok Pesantren Ar-Roudhoh. Penentuan lokasi penelitian ini dilakukan dengan purposive sampling yakni sampel yang dipilih secara sengaja dengan pertimbangan bahwa sekolah tersebut mampu memberikan informasi sesuai dengan data yang dibutuhkan [10]. Disamping itu, latar belakang objek penelitian yaitu model pembelajarannya dilengkapi pemilihan materi pembelajaran membaca dan teknik penyampaian pada peserta anak didik yang dirasa sangat simpel, efektif, dan universal. Diharapkan model ini menyebar luas di wilayah plosok ataupun kota, karena dengan menggunakan model ini tidak harus menggunakan anggaran yang boros bagi peserta didik.

Metode pengumpulan data yang digunakan yaitu wawacara, observasi, dan dokumentasi. Analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif. Teknik analisis data pada penelitian ini menggunakan teknik analis data yang di kembangkan oleh Miles, & Huberman, yaitu teknik analisis data dengan menggunakan analisis interaktif dengan tiga alur kegiatan, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan [11]. Model ini dipilih karena mengingat data dapat disimpulkan dan disederhanakan secara efektif dan efisien sehingga hasil dari penelitian valid, akurat serta kredibel. Teknik uji validitas dalam penelitian ini menggunakan kredibilitas data atau kepercayaan terhadap data hasil penelitian kualitatif antara lain dilakukan dengan meningkatkan ketekunan berarti peneliti melakukan pengamatan secara lebih cermat dan berkesinambungan terhadap permasalahan pembelajaran al-Qur’an dengan model yanbu’a dalam meningkatkan kualitas pelafalan huruf di Pondok Pesantren Ar-Roudhoh Krian Sidoarjo. Selain itu, melakukan triangulasi dimana peneliti melakukan pengecekan data pembelajaran al-Qur’an melalui model yanbu’a dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu serta menggunakan bahan referensi dan mengadakan membercheck yang mana peneliti melakukan pengecekan data yang diperoleh peneliti kepada pemberi data agar informasi yang diperoleh sesuai dengan apa yang dimaksud sumber data atau informan.

Hasil dan Pembahasan

Pembelajaran Al-Qur’an Dengan Model Yanbu’a di Pondok Pesantren Ar-Roudhoh Krian Sidoarjo

Model adalah caral yang teraturl dan berpikirl untuk mencapail suatu maksudl atau tujuan. Model pembelajaan adalah caral penyampaian bahanl pengajaran dalaml proses kegiatanl belajar mengajarl [12]. Model pengajaran merupakan suatu caral yang dipilihl dan dilakukanl oleh ustadzl/ustadzah ketikal berinteraksi denganl anak didiknyal dalam upayal menyampaikan bahanl pengajaran ltertentu, agar bahanl pengajaran tersebutl mudah dicernal sesuai denganl pembelajaran yangl ditargetkan.Model yang diterapkan di Pondok Pesantren Ar-Roudhoh adalah model yanbu’a. Di mana model pembelajaran yanbul’a inil pada dasarnyal merupakan salahl satu modell dalam pembelajaranl al-Qurl’an yangl muncul dil daerah Kudusl Jawa Tengahl yang diprakarsail oleh lKH. Ulil lArwani, putra lKH. Muhammad Arwanil seorang kiyail kharismatik dil Kudus. Modell yanbu’al telah berkembangl sejak tahunl 2004, terdiril dari 7l juz (jilidl) untuk kelasl TPQ danl 1 juzl untuk kelasl TK. Dalaml pembelajarannya dimulail dari tingkatl paling bawahl yakni pengenalanl huruf hijaiyahl beserta harakatnyal hingga tingkatanl paling lsulit. Selain fokusl pada caral membaca all-Qur’anl yang baikl dan lbenar, model inil juga menganjurkanl cara menulisl al-Qurl’an yangl benar [7].

Pengadopsian model Yanbu’a dalam pembelajaran al-Qur’an di Pondok Pesantren Ar-Roudhoh telah dilakukan sejak tahun 2015, di mana sejak didirikannya lembaga tersebut. Pondok Pesantren Ar-Roudhoh telah menerapkan beberapa model lainya seperti model Iqra’ pada tahun 2015-2016, model Qira’ati pada tahun 2017-2018, dan sampai sekarang lembaga tersebut menerapkan model yanbu’a. Model ini dianggap lebih mudah diserap dan diterapkan pada siswa. Hal ini terutama dilakukan sebagai upaya guru TPQ dalam menuntun siswa agar dapat melafalkan huruf hijaiyah al-Qur’an dengan baik dan benar. Model Yanbu’a merupakan suatu model membaca al-Qur’an yang ikut serta dalam menjaga dan memelihara kemurnian, kesucian, dan kehormatan al-Qur’an baik dari aspek tulisan (rasm) maupun bacaan. Dalam pembelajarannya dimulai dari tingkat paling bawah yakni pengenalan huruf hijaiyah beserta harakatnya hingga tingkatan paling sulit. Selain fokus pada cara membaca al-Qur’an yang baik dan benar, model ini juga menganjurkan cara menulis dan menghafal al-Qur’an.

Latar belakang diterapkannya model Yanbu’a di Pondok Pesantren Ar-Roudhoh Krian adalah karena adanya nama besar kyai Arwani Kudus. Kyai Arwani sendiri dulunya mendapatkan mukrik yaitu sebuah gelar kehormatan bagi orang-orang yang hafal al-Qur’an sekaligus menguasai penguasaan Al-Qur’an Qiraah Sab’ah. Kyai Arwani menyampaikan kelebihan-kelebihan Yanbu’a, yakni penulisannya dengan Rosm Utsmani, bacaannya mengambil dari al-Qur’an, mengikuti qiro’ah Imam Hafs (qiro’ah masyhuroh: bacaan yang banyak dipakai), disertai pengajaran “al-kitabah” atau menulis baik huruf Arab maupun huruf pegon, dan materinya nyambung dengan Al-Qur’an Al-Quddus dengan Rosm Utsmani terbitan Arab Saudi/Siria/Lebanon yang disertai waqof idhthiroriy serta dilengkapi catatan kaki untuk menjelaskan ghorib wa musykilat [5].

Belajar merupakan suatu usaha atau kegiatan yang bertujuan mengadakan perubahan di dalam diri seseorang, mencakup perubahan tingkah laku, sikap, kebiasaan, ilmu pengetahuan, keterampilan dan sebagainya [13]. Maka dari itu Pondok Pesantren Ar-Roudhoh Krian Sidoarjo memfasilitasi siswanya untuk belajar membaca al-Qur’an agar siswa mengalami perubahan dari yang belum bisa al-Qur’an menjadi bisa melafalkan ayat al-Qur’an dengan benar. Dalam bahasa sederhana kata belajar dimaknai sebagai proses menuju ke arah yang lebih baik dengan cara sistematis. Terdapat 3 (tiga) kegiatan utama dalam proses penerapan model Yanbu’a di Pondok Pesantren Ar-Roudhoh Krian, yakni klasikal, sorogan, dan tadarus. Pertama, 30 menit baca peraga bersama-sama atau klasikal. Kedua, 45 menit setoran individual. Ketiga 15 menit materi tambahan berupa: makaharijul huruf, surat al-falaq dan surat al-ikhlash, niat sholat maghrib, isya’ dan subuh, hadist budi pekerti, dan juga doa-doa harian.

Dalam penerapannya model ini cukup mudah yaitu: guru mengajak siswa untuk membaca secara klasikal terlebih dahulu. Materi yang ada di papan peraga biasanya meteri jilid yang ditempuh. Klasikal dimulai dengan mencontohkan pelafalan huruf hijaiyah yang benar sesuai makhraj dan sifatul hurufnya, lalu siswa menirukan bersama-sama. Setelah itu siswa disuruh maju satu-satu untuk menyetorkan bacaannya tadi dan disimak oleh guru, dan dalam membaca menggunakan sistem tartil. Jadi, dalam setiap harinya ustadz/ustadzah menyampaikan materi dengan cara membaca kemudian ditirukan oleh para siswa dan kemudian siswa-siswa tersebut menyetorkan/membaca dihadapan ustadz/ustadzah satu persatu, dan membacanya dengan sistem tartil. Barulah kemudian nanti di akhir jam sebelum istirahat ditambah dengan materi tambahan. Hal ini menunjukkan adanya perbaikan makhraj dari yang belum menjadi bisa melafalkan huruf, dari yang telah diajari melafalkan huruf beberapa kali mengalami kesulitan, dan dari yang bisa menjadi semakin lancar dalam melafalkan huruf hijaiyah. Secara teoritis berdasarkan aspek perkembangannya, seorang anak dapat belajar dengan sebaik-baiknya apabila kebutuhan fisiknya dipenuhi dan mereka merasa aman dan nyaman secara psikologis [14].

Akan tetapi ditemukan beberapa siswa yang mengalami kesulitan atau kelemahan fonologi dalam melafalkan huruf-huruf yang hijaiyah khususnya pada huruf-huruf yang keluar yaitu dari tenggorokan seperti (ء) dan (ع), huruf ( خ ), Kemudian kesalahan pada kelompok lidah seperti huruf (ض ), huruf (ظ), huruf ( ث ), dan huruf (ر). Dan memang huruf-huruf tersebut dalam praktiknya membutuhkan penekanan yang lebih jelas. Disisi lain, hal tersebut juga dikarenakan ada siswa yang cadel dalam pengucapan huruf R sehingga dalam pelafalan huruf hijaiyah kurang penekanan. Dalam hal ini cadel merupakan kondisi di mana seseorang mengalami kesulitan dalam melafalkan beberapa huruf atau kata tertentu dengan benar. Misalnya kesulitan mengucapkan huruf R, S, atau L. Selain itu, juga ditemukan kesalahan vokal seperti kesalahan penghilangan vocal, kesalahan pergantian vokal, kesalahan vokal panjang pendek.

Cadel pada anak-anak terjadi karena belum sempurnanya otot lidah. Hal itu membuat siswa cenderung sulit untuk melafalkan beberapa huruf hijaiyah. Sehingga membuat huruf hijaiyah yang diucapkan si kecil terdengar aneh dan tidak benar. Schneider menyarankan pentingnya training kombinasi ketarampilan fonologi, pemahaman huruf, pelatihan huruf-suara menunjukkan efek yang paling kuat pada keterampilan membaca dan mengeja [15]. Program yang efektif untuk siswa yang mengalami kesulitan dalam pelafalan huruf menurut Wadlington adalah dengan menggunakan instruksi multi sensor, dan lingkungan belajar yang konsisten, teratur, yang memotivasi sebagaimana membangun harga diri. Selain itu kesadaran fonem (kata-kata bisa dipilah-pilah dalam segmen suara) dianggap penting untuk kesuksesan dalam membaca [16]. Lebih lanjut, dalam konsep teori fonologi lebih menyorotil bahwa seorangl yang sulitl membaca akibatl kelemahan lfonologi, sebagai faktorl tunggal. Berbagail peneltian yangl telah mendukungl pendapat toeril ini banyakl di dukungl oleh pakarl neuropsycological dalaml berbagai penelitiannyal menunjukkan bahwal kesulitan belajarl anak bersumberl dari lfonologi, selain itul problem bacal tulis berasall dari kelemahanl kognitif, yangl secara khususl berkaitan denganl proses lberbicara. Penelitian Thorneusl juga menunjukkanl bahwa anakl-anak disleksial sebagai suatul kelompok yangl menunjukkan inferiorl dalam kemampuanl fonologi [17].

Seringnya kondisi ini dialami oleh anak-anak yang baru mulai belajar berbicara. Disamping itu, juga terdapat beberapa siswa yang mengalami perkembangan dalam pelafalan hijaiyah yang semula belum lancar kemudian menjadi lancar. Ada juga siswa yang tidak mengalami perkembangan namun siswa tersebut juga tidak mengalami kesulitan dalam pelafalan hurufnya. Dengan demikian, model pembelajaran yang dilakukan menunjukkan adanya perbaikan makhraj dari yang belum menjadi bisa, dari yang diajar beberapa kali masih belum bisa karena faktor siswa yang cadel, dan dari yang bisa menjadi semakin lancar dalam pelafalan huruf hijaiyah.

Dalam perbaikan pelafalan huruf hijaiyah ini, peneliti mencoba membedaan bunyi-bunyi yang berfungsi yang disebut fonemik dan bunyi-bunyi yang tidak mempunyai fungsi (fonetik). Dan dari data yang ditemukan merupakan kesalahan yang dilihat dari segi segmental.

1. Kesalahan Konsonan

Secara umum, makharijul huruf terbagi menjadi lima bagian, yaitu kelompok rongga mulut (الجوف), kelompok tenggorokan (الحلق), kelompok lidah (اللسان), kelompok dua bibir (الشفتين), dan kelompok rongga hidung (الخيشوم). Namun, dalam hal ini peneliti hanya memaparkan kesalahan yang terjadi dalam kelompok tenggorokan (الحلق) dan kelompok lidah (اللسان) karena hampir keseluruhan kesalahan konsonan yang peneliti temukan berada pada dua kelompok tersebut. Namun peneliti hanya menemukan beberapa makharijul huruf sebagai berikut:

a. Kesalahan pada kelompok tenggorokan ( الحلق)

1) Pada kelompok ini, huruf-huruf yang keluar yaitu dari tenggorokan

Sebagian besar siswa salah dalam mengucapkan ( ء ) dengan ( ع ) karena kedua konsonan tersebut hampir sama dari segi pengucapannya. Kedua konsonan ini merupakan konsonan yang keluar dari tenggorokan. Makhroj huruf ( ء ) adalah huruf yang keluar dari tenggorokan paling bawah atau pangkal tenggorokan, sedangkan huruf ( ع ) keluar dari tenggorokan tengah. Tempat huruf huruf ( ء ) dan ( ع ) memang tidak jauh sehingga mudah tertukar. Contoh kesalahan pengucapan huruf /ء /dan /ع /siswa yang dapat dilihat dari segi fonemik yaitu ketika siswa membaca السَّمَاعِ Seharusnya siswa mengucapkan السَّمَاءِ , menggunakan fonem / ء / bukan fonem /ع/. Kesalahan pengucapan kedua fonem tersebut dapat menjadi pembeda dalam kata tersebut sehingga memiliki makna yang berbeda yaitu السَّمَاعِ “kesaksian pendengaran” dan السَّمَاءِ “langit”. Dilihat dari sifat bunyinya, huruf ( ع ) merupakan bunyi getar (sautun majhur) dimana bunyi tersebut menggetarkan kedua pita suara dan huruf ( ع ) juga merupakan jenis bunyi desis (aswatun rakhwah) dimana. Sedangkan huruf ( ء ) merupakan jenis bunyi letup (aswatun syadidah). Namun kedua huruf ini juga termasuk dalam bunti tipis (tarqiq), dimana bunyi ini diucapkan dengan posisi lidah rata atau biasa disebut bunyi tipis (muraqqaq). Huruf ( ع ) tidak mempunyai struktur yang sama dalam bahasa Indonesia, sehingga sebagian pemula yang mempelajari huruf hijaiyyah mengalami kesulitan dalam pelafalan huruf tersebut.

2) Kesalahan siswa dalam mengucapkan huruf ( خ )

Selain huruf-huruf al-halq di atas, siswa juga melakukan kesalahan pada huruf ( خ ). Huruf ini mempunyai tempat keluar yang sama, yaitu pada tenggorokan bagian atas. Hal ini memungkinkan siswa melakukan kesalahan karena letaknya yang sama, namun ada perbedaan diantara kedua huruf tersebut, yaitu ketika mengucapkan huruf ( خ ) nafas mengalir melewati kerongkongan dan tidak ada getaran dua pita suara kemudian membuat aliran tersebut berada pada tenggorokan ke bawah tenggorokan kemudian ke mulut, dan jenis huruf ini merupakan konsonan yang berbunyi tebal. Contoh kesalahan siswa خَيْرِهِ yang seharusnya diucapkan غَيْرِ Siswa seharusnya mengucapkan fonem /غ /bukan Kata/ خ/ غَيْرِ merupakan salah satu isim yang berfungsi sebagai huruf istisna’ yang dibaca jar atau kasroh. Sedangkan خَيْرِهِ merupakan kata yang baik atau bagus. Dilihat dari sifat bunyinya, huruf ( خ ) merupakan jenis bunyi tak getar (aswatun mahmusah) yaitu bunyi yang dihasilkan tidak menggetarkan kedua pita suara dan juga termasuk kedalam bunyi tebal (tafkhim).

b. Kesalahan pada kelompok Lidah ( اللسان )

1) Kesalahan siswa dalam mengucapkan huruf (ض )

Kesalahan siswa dalam mengucapkan huruf (ض ). Contoh بَعْدَ yang seharusnya diucapkan بَعْضَ Siswa seharusnya mengucapkan huruf /ض /bukan huruf / د ./ Dalam hal ini konsonan tersebut menjadi pembeda antara kata yang satu dengan yang lain yaitu بَعْدَ yang berarti ‘setelah’ dan بَعْضَ ‘sebagian’. Pengucapan kedua huruf tersebut hampir sama, maka dari itu siswa sering melakukan kesalahan dalam huruf-huruf ini. Dilihat dari segi makhorijul huruf-nya, huruf (ض) keluar dari dua sisi lidah atau salah satunya bertemu dengan gigi geraham. Keduanya berasal dari kelompok makhorijul huruf yang sama, yaitu al-lisaan. Fonem (ض ) merupakan jenis apikoalveolar, yaitu bunyi yang dihasilkan ujung lidah dengan lekung kaki gusi, gusi. Dilihat dari jenis bunyinya, kedua bunyi ini termasuk ke dalam jenis bunyi-bunyi getar (aswatun majhurah) dimana bunyi yang dihasilkan dengan menggetarkan kedua pita suara. Selain itu, kedua huruf ini termasuk kedalam bunyi letup (aswatun syadidah). Namun berbeda dengan hal tersebut, bunyi huruf (ض) merupakan jenis bunyi tebal (tafkhim).

2) Kesalahan siswa dalam mengucapkan huruf (ظ)

Kesalahan siswa dalam mengucapkan huruf (ظ). Contoh نَنْدُرُ yang seharusnya dibaca نَنْظُرُ. Siswa mengucapkan fonem /د /bukan /ظ/ Kesalahan ini secara fonemik akan mengubah makna yaitu نَنْظُر adalah fi’il mudhori yang berarti ‘kita memandang’ dan نَنْدُرُ’kita melangkakan’. Kedua huruf tersebut jika diucapkan hampir sama, sehingga siswa rentan melakukan kesalahan. Dilihat dari makhrijul huruf-nya, kedua huruf tersebut berasal dari kelompok yang sama. Huruf ( د ) keluar dari ujung lidah yang bertemu dengan gigi bagian atas, sedangkan huruf (ظ) berasal dari ujung lidah yang keluar sedikit bertemu dengan ujung gigi depan bagian atas. Seperti penjelasan kesalahan sebelumnya, huruf (ظ) adalah jenis apiko-dental yaitu bunyi yang dihasilkan antara ujung lidah dengan gigi atas. Selain itu, dilihat dari sifat bunyinya kedua huruf ini termasuk kedalam jenis bunyi-bunyi getar (aswatun majhurah), yaitu bunyi yang dihasilkan dengan menggetarkan pita suara. Disamping itu bunyi huruf (ظ) termasuk kedalam jenis bunyi desis (aswatun rakhwah) dan termasuk jenis bunyi tebal (tafkhim).

3) Kesalahan siswa dalam mengucapkan huruf ( ث )

Kesalahan siswa dalam mengucapkan huruf ( ث ). Contoh سَلَاسَةِ yang seharusnya dibaca ثَلَاثَةِ yaitu menggunakan huruf /ث / bukan /س/ Pengucapan kedua huruf ini hampir sama. Dari segi makharijul huruf, huruf ( ث ) merupakan huruf yang dihasilkan dengan ujung lidah keluar sedikit, bertemu dengan ujung gigi depan atau bagian atas. Huruf ( ث ) merupakan jenis apiko-dental yang dihasilkan antara ujung lidah dengan gigi atas. Dilihat dari sifat-sifat bunyinya, kedua huruf ini termasuk kedalam jenis bunyi tak getar (aswatun mahmusah) yaitu bunyi yang dihasilkan tak menggetarkan kedua pita suara, selain itu juga kedua huruf ini termasuk dalam bunyi tipis (tarqiq) serta bunyi desis (aswatun rakhwah).

2. Kesalahan Vokal

a. Kesalahan Penghilangan Vokal

Kesalahan ini merupakan kesalahan siswa yang dilakukan dengan menghilangkan vokal dalam suatu kata. Contohnya adalah ketika siswa melafalkan kata المَسْجِدْ Dalam contoh ini seharusnya siswa melafalkan المَسْجِدِ , yaitu melafalkan vokal /i/ pada konsonan /د /namun siswa menghilangkan vokal /i/ tersebut atau dapat dikatakan bahwa siswa mensukun vokal terakhir dalam kata tersebut. Selain itu, vokal /i/ juga termasuk dalam jenis vokal tinggi (hight vowels). Contoh kalimat diatas merupakan susunan kalimat idhofah, sehingga pengucapan vokal yang benar tanpa menguranginya merupakan hal yang penting bagi pembelajar.

b. Kesalahan Pergantian Vokal

Dalam kesalahan pergantian vokal, contohnya adalah pelafalan نُشَهِدُ Kesalahan siswa yaitu merubah vokal akhir /a/ menjadi /u/ yang seharusnya dilafalkan نُشَاهِدَ ,maka ini juga termasuk dalam kesalahan i’rob. Vokal /a/ merupakan digolongkan menjadi vokal rendah (low vowels).

c. Kesalahan Vokal Panjang Pendek

Selanjutnya kesalahan siswa dalam kesalahan vokal panjang dan pendek. Vokal panjang yang harusnya diucapkam panjang namun diucapkan pendek, begitupula sebaliknya dengan vokal pendek yang diucapkan menjadi vokal panjang. Dalam bahasa Arab terdapat tiga macam jenis vokal, yaitu vokal /a/, /i/, dan /u/. Disamping itu juga dikenal dengan adanya vokal panjang atau dalam bahasa Arab disebut mad, yaitu, ي, و , ا . Dalam vokal panjang berdasarkan peranan bibir dibagi menjadi dua yaitu vokal bundar (rounded vowels) berupa dhammah panjang dan vokal tidak bundar (unrounder vowels) yang berupa kasrah panjang.

Kesalahan-kesalahan vokal baik penghilangan vokal, pergantian vokal, maupun kesalahan vokal panjang pendek dapat berpengaruh pada susunan kata bahkan kalimat itu sendiri yang dilihat dari tata bahasa Arab. Kecermatan dalam membaca vokal sangat diperlukan oleh siswa dalam mempelajari bahasa Arab. Untuk mencapail tujuan yangl diinginkan olehl guru makal diperlukan evaluasi selama proses pembelajaran model yanbu’a untuk meningkatkan kualitas pelafalan huruf hijaiyah di Pondok Pesantren Ar-Roudhoh.. Hal ini untuk memantau dan melihat hasil proses belajar mangajarkan serta mengetahui sukses tidaknya pelaksanaan kegiatan belajar mengajar yang dilakukan di dalam kelas, karena apabila tidak ada evaluasi, maka hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan. Sama halnya dengan model Yanbu’a yang digunakan oleh Pondok Pesantren Ar-Roudhoh Krian juga memiliki evaluasi. Evaluasi pembelajaran adalah proses untuk menentukan nilai belajar dan pembelajaran yang dilaksanakan, dengan melalui kegiatan penilaian atau pengukuran belajar dan pembelajaran [18].

Pondok Pesantren Ar-Roudhoh Krian memakai sistem 4W yang bersifat wajib dan 5S yang bersifat sunnah. 4W 5S ini yaitu 1) Membaca Qur’an Rosm Utsmani, 2) Membaca 1 halaman tanpa salah, 3) Guru harus hafal tajwid, Guru harus faham tentang Ghorib, dan 4) Menggunakan LMY (Lajna Muroqobah Yanbu’ul) Qur’an Bayati Qurdi. Disamping itu, untuk evaluasi terhadap siswa sendiri yakni melakukan munaqosah santri dengan menguji 9 materi yang terbagi dalam 5 materi yakni fasokha, tartil, tajwid, ghorib, amaliatus sholah setiap santri minim 75, dan 4 materi tambahan (hafalan hadits, do’a sehari-hari, surat-surat pendek an-nas – ad-dhuha, pego) minim 60 untuk santri. Hal tersebut sesuai dengan kesadaran fenologi menurut Wolf yang menjelaskan bahwa salah satu cara dilakukan dengan keterampilan khusus dalam pemberian instruksi atas dalam kesulitan membaca, yaitu: (1) memberikan kesempatan untuk mencoba mempraktekan dengan panduan terhadap keterampilan baru, (2). pemberian instruksi yang sistematik dengan strategi yang tepat dalam membaca kata ataupun teks/paragraf, (3). instruksi yang cukup tegas dalam strategi pengkodean fonemik [19].

Pondok Pesantren Ar-Roudhoh Krian juga menerapkan berbagai macam metode yang juga digunakan dalam meningkatkan kualitas huruf hijaiyah siswa dengan model yanbu’a yaitu: Pertama, metode penghargaan. Metode ini mengedepankan kegembiraan dan positive thinking pada siswa di Pondok Pesantren Ar-Roudhoh Krian Sidoarjo, yaitu memberikan hadiah kepada siswa, baik yang berprestasi akademik maupun yang berperilaku baik. Penghargaan hadian dianggap sebagai media pengajaran yang preventif dan representatif untuk membuat senang dan menjadi motivator belajar di Pondok Pesantren Ar-Roudhoh Krian. Dalam artian, pemberian hadiah harus didahulukan daripada hukuman, karena pemeberian hadiah lebih baik pengaruhnya dalam usaha perbaikan pengajaran. Hal ini juga dilakukan ustadz/ustadzah saat siswa mampu menyelesaikan target atau bisa membaca al-Qur’an dengan lancar, guru memberikan pujian kepada siswa yang lancar tersebut agar terus semangat. Begitupula kepada siswa yang masih belum lancar, ustadz/ustadzah memberikan motivasi dan dorongan untuk lebih giat dan berusaha dalam mempelajari al-Qur’an.

Kedua, metode drill (latihan). Drill ialah suatu teknik atau cara mengajar di mana peserta didik melaksanakan keiatan-kegiatan latihan, agar siswa memiliki ketangkasan atau ketarampilan yang lebih tinggi daripada yang telah dipelajari. Latihan yang praktis, mudah dilakukan, serta teratur melaksanakannya akan membina siswa dalam meningkatkan penguasaan keterampilan itu dengan sempurna. Hal ini akan menunjang siswa berprestasi dalam bidang tertentu. Metode drill atau latihan dimaksudkan agar pengetahuan dan kecakapan tertentu dapat dimiliki dan dikuasai sepenuhnya oleh siswa. Agar mempunyai kualitas yang baik dalam membaca al-Qur’an pastinya membutuhkan latihan secara terus menerus. Hal ini juga yang dilakukan ustadz/ustadzah di Pondok Pesantren Ar-Roudhoh Krian Sidoarjo yakni meminta kepada siswanya untuk latihan atau belajar terlebih dahulu sebelum setor individu ke depan.

Ketiga, metode penugasan. Metode penugasan adalah metode penyajian bahan dimana ustadz/ustadzah memberikan tugas tertentu agar siswa melakukan kegiatan belajar. Metode ini diberikan karena dirasakan bahan pelajaran terlalu banyak sementara waktu sedikit. Artinya, banyaknya bahan yang tersedia dengan waktu yang kurang seimbang. Agar bahan pelajaran selesai sesuai waktu yang telah ditentukan, maka metode inilah yang biasanya ustadz/ustadzah di Pesantren Ar-Roudhoh Krian gunakan untuk mengatasinya. Metode penugasan ini juga bisa digunakan ustadz/ustadzah untuk memantau dan mengingatkan kegiatan belajar siswa. Hal ini yang sering juga diterapkan ustadz/ustadzah kepada siswa untuk menghafalkan atau mengerjakan tugas menulis ayat atau huruf hijaiyah di rumahnya.

Faktor Pendukung dan Penghambat Dalam Pembelajaran Al-Qur’an Dengan Model Yanbu’a di Pondok Pesantren Ar-Roudhoh Krian Sidoarjo

Tercapainyal tujuan daril proses pembelajaran tentu tidakl dapat lepasl dari faktorl-faktor pendukungl maupun penghambatl dalam penerapannya. Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan peneliti, ditemukan adanya faktor pendukung dan penghambat dalam pembelajaran al-Qur’an dengan model Yanbu’a untuk kualitas pelafalan huruf hijaiyah di Pondok Pesantren Ar-Roudhoh Krian Sidoarjo sebagai berikut:

1. Faktor Pendukung

Faktor pendukung adalah faktor yang mendukung, mengajak, dan bersifat untuk ikut serta dan dalam dukungan suatu kegiatan. Adanya beberapa faktor pendukung yang dimiliki oleh Pondok Pesantren Ar-Roudhoh Krian Sidoarjo dalam pembelajaran al-Qur’an dengan model Yanbu’a untuk kualitas pelafalan huruf hijaiyah dapat berjalan sesuai dengan rencana. Belajar membaca atau melafalkan ayat al-Qur’an artinya belajar mengucapkan lambang-lambang bunyi (huruf) tertulis. Walaupun kegiatan ini cukup sederhana, tetapi belajar al-Qur’an merupakan kegiatan yang cukup kompleks, karena harus melibatkan berbagai hal, yaitu penglihatan, pendengaran, pengucapan disamping akal pikiran. Kedua hal terakhir ini bekerja secara mekanik dan stimulan untuk melahirkan perilaku membaca. Ditambah lagi materi yang dibaca adalah rangkaian kata-kata Arab yang banyak berbeda sistem bunyi dan penulisannya dengan yang mereka kenal dalam bahasa ibu dan bahasa Indonesia. Peneliti menemukan beberapa faktor pendukung diantaranya:

Pertama, bervariasinya penggunaanl metode pembelajaranl diantaranya soroganl dan hafalanl menggunakan metodel bernyanyi danl alat lperaga, seperti; tongkatl dan lpenggaris. Sehingga menghindaril kejenuhan santril dalam hall belajar al-Qur’an. Penggunaan metode bernyanyi dapat menumbuhkan minat dan menguatkan daya tarik pembelajaran. Metode bernyanyi menjadi solusi yang tepat untuk materi tersebut. Dengan menerapkan metode bernyanyi, siswa secara tidak langsung dapat mengingat materi tanpa harus bersusah payah menghafalkannya. Karena materi yang dibuat menjadi lirik lagu akan cepat dan mudah diingat. Media pembelajaran untuk mendukung metode bernyanyi adalah media berbasis visual berupa gambar/foto dan peta, sehingga pembelajaran tersebut akan berkesan bagi siswa [20].

Kedua, dengan menggunakanl model Yanbu’al ini memudahkanl siswa dalam pelafalan huruf hijaiyah all-Qur’an sehinggal setiap tahunnyal ada khatamanl dan pemberianl penghargaan padal siswa yang sudahl mencapai targetl hafalan. Penghargaan atau reward merupakan suatu penghargaan yang berupa pujian, hadiah, dan lain sebagainya yang diberikan kepada siswa atas keberhasilannya. Reward yang diberikan berupa hadiah karena dengan hadiah tersebut siswa bisa lebih meningkatkan lagi usahanya memahami pelajaran di rumah dan lebih memperhatikan pelajaran yang disampaikan oleh ustadz/ustadzah di Pondok Pesantren. Hadiah bisa berupa pujian atau juga berupa barang, seperti pensil, pulpen atau buku tulis. Hal tersebut sesuai dengan maksud dari penerapan reward yaitu siswa akan merasa senang apabila perbuatan atan pekerjaannya mendapat penghargaan [21]. Memberikan reward siswa merasa dihargai segala prestasi dan usahanya, sehingga siswa dapat lebih semangat dan termotivasi dalam belajar. Reward adalah sebagai salah satu alat pendidikan untuk mempergiat usaha siswa untuk memperbaiki atau mempertinggi prestasi yang telah dicapai [22].

Ketiga, ketika ustadz/ustadzah menggunakan model Yanbu’al ini tidak hanyal dikhususkan untukl menghafal all-Qur’anl tetapi menghafall mufrodat (kosal kata) sepertil nama-namal benda, lhewan, tumbuhan danl lain-llain. Hal ini sebagai definisi dari mufrodat (kosakata) merupakan salah satu bahasan penting yang harus dimiliki oleh seseorang dalam mempelajari bahasa asing, termasuk juga Bahasa Arab. Perbendaharaan kosakata Bahasa Arab yang mencukupi dapat menunjang seseorang berkomunikasi dan menulis dengan baik menggunakan bahasa tersebut. Berbicara dan menulis merupakan kemahiran berbahasa dengan faktor pendukung utama pengalaman dan penguasaan kosakata yang kaya dan produktif [23]. Penambahan kosakata seperti nama-nama benda, hewan, tumbuhan dianggap penting bagi proses pembelajaran suatu bahasa ataupun pengembangan kemampuan siswa dalam suatu bahasa yang sudah dikuasai, untuk itu agar kebutuhan perbendaharaan kosakata dalam pembelajaran model Yanbu’a di Pondok Pesantren Ar-Roudhoh Krian dianggap penting.

Keempat, orang tual yang turutl memberi motivasil dan mendukungl anak-anaknyal sehingga memberikanl semangat padal anak untukl belajar dil Pondok Pesantren Ar-Roudhoh Krian. Pelibatan orang tua, merupakan pola pemberian pengalaman kepada orang tua tentang apa serta bagaimana anak belajar al-Qur’an. Hal ini berarti pelaksanaan pembelajaran al-Qur’an dengan model Yanbu’a memiliki relevansi dengan tujuan model Yanbu’a yang telah dirumuskan oleh Pondok Pesantren Yanbu’ul Qur’an Kudus. Tujuan model Yanbu’a antara lain: a) ikut andil dalam mencerdaskan anak bangsa agar bisa membaca al-Qur’an dengan lancar dan benar, b) untuk menyebarluaskan ilmu (nasyrul ilmi), khususnya ilmu al-Qur’an, c) untuk memasyarakatkan Al-Qur’an dengan Rosm Utsmani, d) untuk membetulkan yang salah dan menyempurnakan yang kurang, dan e) mengajak untuk mendarus al-Qur’an dan musyafahah al-Qur’an hingga khatam [24].

2. Faktor Penghambat

Meskipun telah didukung dengan faktor-faktor di atas, pembelajaran all-Qur’anl dengan model Yanbul’a dalaml penerapannya juga tidak terlepas dari faktor penghambat. Faktor penghambat adalah faktor yang sifatnya menghambat jalannya suatu kegiatan dan bersifat seperti menggagalkan suatu hal. Namun terdapat adanya hambatan yang membuat pembelajaran al-Qur’an dengan model Yanbu’a untuk kualitas pelafalan huruf hijaiyah di Pondok Pesantren Ar-Roudhoh Krian ini menjadi kurang maksimal. Peneliti menemukan beberapa faktor penghambat untuk meningkatkan kualitas huruf hijaiyah yakni:

Pertama,siswa tidak samal dalam dayal pikirnya, sehinggal seringkali mengulangl-ngulang proses pembelajaran al-Qur’an. Faktor tersebut diakibatkan siswa kurang istiqomah mempelajari al-Qur’an, kebanyakan dari mereka terpengaruh oleh lingkungannya yakni teman mereka sendiri [25]. Adapun terdapat batasan 3x pengulangan di Pesantren Ar-Roudhoh Krian bagi siswa yang kurang lancar agar siswa tidak jenuh karena membaca halaman yang sama dalam waktu lama. Dengan asumsi bahwa siswa akan membaca halaman tersebut kembali nanti saat klasikal dan kesempatan tersebut dapat dijadikan sarana membenahi bacaan yang kurang benar. Bagi siswa yang dirasa sudah lancar maka akan dilakukan tes oleh kepala TPQ di Pesantren Ar-Roudhoh Krian Sidoarjo untuk melihat apakah siswa tersebut telah dianggap benar-benar mampu atau belum untuk melanjutkan ke kelas atau jilid berikutnya.

Kedua, kurang adanyal keketatan dalaml menetapkan aturanl-aturan bagil siswa sehingga siswa banyakl yang bermainl-main, berlarianl kesana kemaril dan tidakl fokus sehinggal proses pembelajaranl kurang lefektif. Lingkungan di Pondok Pesantren kurang menyadari bahwa pelakasanaan tata tertib mempunyai dua fungsi yang sangat penting dalam membantu membiasakan anak mengendalikan dan mengekang perilaku yang diinginkan, seperti yang dikemukakan oleh Hurlock, yaitu: pertama, peraturan mempunyai nilai pendidikan dan kedua, peraturan membantu mengengkang perilaku yang tidak diinginkan, sedangkan pelanggaran tata tertib adalah bentuk kenakalan siswa yang dilakukan menurut kehendaknya sendiri tanpa menghiraukan peraturan yang telah dibuat [26].

Ketiga, sarana dan prasarana yang kurang memadai yang diakibatkan oleh siswa seperti siswa membuat mainan membuat proses pembelajaran menjadi terganggu. Sarana pendidikan merupakan sarana penunjang bagi proses belajar-mengajar. Media pengajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa. Penggunaan media pengajaran pada tahap orientasi pengajaran akan sangat membantu keefektifan proses pembelajaran dan penyampaian pesan dan isi pelajaran pada saat itu [27].

Di samping membangkitkan motivasi dan minat siswa, media pengajaran juga dapat membantu siswa meningkatkan pemahaman, menyajikan data dengan menarik dan terpercaya, memudahkan penafsiran data, dan memadatkan informasi. Media yang dipergunakan tidak harus berupa media yang mahal, melainkan media yang benar-benar efisien dan mampu manjadi alat penghubung antara seorang guru dengan murid agar materi yang diajarkan dapat diterima dan dipahami secara maksimal [28]. Pondok Pesantren Ar-Roudhoh Krian telah memiliki media-media sebagai pendukung proses pembelajaran, namun yang menjadi catatan ringan tapi penting ialah proses pengawasan dan penjagaan guna keberlanjutan daripada sarana dan prasarana yang dimiliki itu sendiri.

Dengan demikian, meskipun terdapat beberapa hambatan dalam pelaksanaannya, secara keseluruhan pembelajaran Al-Qur’an dengan model yanbu’a yang dilakukan, telah efektif danl mudah diaplikasikan sehingga mampul membuahkan hasill yakni tercapainyal kompetensi (lmembaca, menulis, danl menghafal), sehinggal siswa di Pondok Pesantren Ar-Roudhoh Krian Sidoarjo mampu melafalkan huruf hijaiyah dengan baik dan benar.

Simpulan

Dalam pembelajaran al-Qur’an di Pondok Pesantren Ar-Roudhoh Krian Sidoarjo, model Yanbu’a dalam pembelajarannya agar siswa dapat meningkatkan kualitas pelafalan huruf hijaiyah yakni menggunakan 3 (tiga) model klasikal, sorogan, dan tadarus. Selain itu, alokasi waktu serta monitoring dan evaluasi dilaksanakan dengan baik sehingga membuat proses pembelajaran al-Qur’an dengan model Yanbu’a cukup efektif dalam upaya meningkatkan kualitas pelafalan huruf hijaiyah al-Qur’an siswa. Namun, juga ditemukan kesalahan-kesalahan fonologi dalam membaca huruf hijaiyah yaitu Pertama, kesalahan konsonan yang mencakup, (1) kesalahan kelompok tenggorokan seperti; a) Kesalahan siswa dalam mengucapkan huruf (ء) dan (ع), b) kesalahan siswa dalam mengucapkan huruf (ح) dan (ه), c) kesalahan siswa dalam mengucapkan huruf (خ), d) kesalahan siswa dalam mengucapkan huruf (خ), e) Kesalahan siswa dalam mengucapkan huruf (خ) dan (2) kesalahan kelompok lidah seperti; a) kesalahan siswa dalam mengucapkan (ض), c) kesalahan siswa dalam mengucapkan huruf (ظ), d) kesalahan siswa dalam mengucapkan huruf (ث). Kedua, yaitu kesalahan vokal diantarnya; (a) kesalahan penghilangan vokal, (b) kesalahan pergantian vokal, dan (c) kesalahan vokal panjang pendek.

Adapun faktor pendukungnya antara lain: 1) bervariasinya penggunaanl model pembelajaranl diantaranya soroganl dan hafalanl menggunakan modell bernyanyi danl alat lperaga, 2) setiap tahunnyal ada khatamanl dan pemberianl penghargaan padal siswa yangl sudah mencapail target lhafalan, 3) model Yanbul’a tidakl hanya dikhususkanl untuk menghafall al-Qurl’an tetapil menghafal mufrodatl (kosa katal), dan 4) orangl tua yangl turut memberil motivasi danl mendukung anakl-anaknya sehinggal memberikan semangatl pada anakl untuk belajarl di Pondokl Pesantren Arl-Roudhoh lKrian. Sedangkan faktorl penghambatnya antaral lain: 1) kemampuanl siswa yangl tidak samal dalam dayal pikirnya, 2) kurangl adanya keketatanl dalam menetapkanl aturan-aturanl bagi siswa sehingga proses pembelajaran kurang efektif, dan 3) sarana dan prasarana yang kurang memadai.

Saran yang dapat diberikan peneliti bagi guna perkembangan selanjutnya ke arah yang lebih baik yaitu perlu ditingkatkan lagi SDM yang ada sehingga dapat menunjang keberhasilan dalam meningkatkan kualitas pelafalan huruf hijaiyah dengan model yanbu’a. Selain itu juga pentingnya meningkatkan sekaligus memelihara sarana dan prasarana untuk menjadi bagian dari salah satu faktor keberhasilan dan keberlanjutan pembelajaran al-Qur’an di Pondok Pesantren Ar-Roudhoh Krian Sidoarjo.

References

  1. D. Siswanti, “Meningkatkan Kemampuan Membaca Huruf Hijaiyah Melalui Metode VAKT Dengan Media Plastisin Bagi Anak Tuna Grahita Ringan,” J. Ilm. Pendidik. Khusus, vol. 1, no. 3, pp. 122–133, 2012.
  2. N. Huda, Tokcer Bahasa Arab. Yogyakarta: Bening, 2012.
  3. M. Wahyudi, Ilmu Tajwid Plus. Surabaya: Halim Jaya, 2008.
  4. Abdul Muslih, Materi Silaturrahim Amanah dan Muqri’/Muqri’ah Metode Yanbu’a. Mojokerto: Lajnah Muroqabah Yanbu’a Cabang Mojokerto, 2012.
  5. Yayasan Arwaniyyah, “Yanbu’a, Metode Baca, Tulis Dan Menghafal Al-Qur’an,” 13 April, 2022. https://www.arwaniyyah.com/metode-yanbua/ (accessed Jun. 26, 2022).
  6. E. F. Fahyuni, D. Nastiti, and M. B. U. B. Arifin, Media Cerita Bergambar Akidah Akhlak Berbasis Value Clarrification Technique. Sidoarjo: Nizamia Learning Center, 2020.
  7. M. U. Arwani, Thoriqoh Baca Tulis dan Menghafal Al-Qur’an Yanbu’a, 1st ed. Kudus: Pondok Tahfiz Yanbuul Qur’an, 2004.
  8. A. H. Nafi’an, “Penerapan Metode Yanbu’a Dalam Meningkatkan Ketepatan Melafalkan Ayat Al-Qur’an Siswa di Taman Pendidikan Al-Qur’an Syaiur-Rifa’ Malang,” Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, 2020.
  9. J. W. Creswell, Research Design Pendekatan Metode Kualitatif, Kuantitatif, dan Campuran,[1] D. Siswanti, “Meningkatkan Kemampuan Membaca Huruf Hijaiyah Melalui Metode VAKT Dengan Media Plastisin Bagi Anak Tuna Grahita Ringan,” J. Ilm. Pendidik. Khusus, vol. 1, no. 3, pp. 122–133, 2012.
  10. N. Huda, Tokcer Bahasa Arab. Yogyakarta: Bening, 2012.
  11. M. Wahyudi, Ilmu Tajwid Plus. Surabaya: Halim Jaya, 2008.
  12. Abdul Muslih, Materi Silaturrahim Amanah dan Muqri’/Muqri’ah Metode Yanbu’a. Mojokerto: Lajnah Muroqabah Yanbu’a Cabang Mojokerto, 2012.
  13. Yayasan Arwaniyyah, “Yanbu’a, Metode Baca, Tulis Dan Menghafal Al-Qur’an,” 13 April, 2022. https://www.arwaniyyah.com/metode-yanbua/ (accessed Jun. 26, 2022).
  14. E. F. Fahyuni, D. Nastiti, and M. B. U. B. Arifin, Media Cerita Bergambar Akidah Akhlak Berbasis Value Clarrification Technique. Sidoarjo: Nizamia Learning Center, 2020.
  15. M. U. Arwani, Thoriqoh Baca Tulis dan Menghafal Al-Qur’an Yanbu’a, 1st ed. Kudus: Pondok Tahfiz Yanbuul Qur’an, 2004.
  16. A. H. Nafi’an, “Penerapan Metode Yanbu’a Dalam Meningkatkan Ketepatan Melafalkan Ayat Al-Qur’an Siswa di Taman Pendidikan Al-Qur’an Syaiur-Rifa’ Malang,” Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, 2020.
  17. J. W. Creswell, Research Design Pendekatan Metode Kualitatif, Kuantitatif, dan Campuran,[1] D. Siswanti, “Meningkatkan Kemampuan Membaca Huruf Hijaiyah Melalui Metode VAKT Dengan Media Plastisin Bagi Anak Tuna Grahita Ringan,” J. Ilm. Pendidik. Khusus, vol. 1, no. 3, pp. 122–133, 2012.
  18. N. Huda, Tokcer Bahasa Arab. Yogyakarta: Bening, 2012.
  19. M. Wahyudi, Ilmu Tajwid Plus. Surabaya: Halim Jaya, 2008.
  20. Abdul Muslih, Materi Silaturrahim Amanah dan Muqri’/Muqri’ah Metode Yanbu’a. Mojokerto: Lajnah Muroqabah Yanbu’a Cabang Mojokerto, 2012.
  21. Yayasan Arwaniyyah, “Yanbu’a, Metode Baca, Tulis Dan Menghafal Al-Qur’an,” 13 April, 2022. https://www.arwaniyyah.com/metode-yanbua/ (accessed Jun. 26, 2022).
  22. E. F. Fahyuni, D. Nastiti, and M. B. U. B. Arifin, Media Cerita Bergambar Akidah Akhlak Berbasis Value Clarrification Technique. Sidoarjo: Nizamia Learning Center, 2020.
  23. M. U. Arwani, Thoriqoh Baca Tulis dan Menghafal Al-Qur’an Yanbu’a, 1st ed. Kudus: Pondok Tahfiz Yanbuul Qur’an, 2004.
  24. A. H. Nafi’an, “Penerapan Metode Yanbu’a Dalam Meningkatkan Ketepatan Melafalkan Ayat Al-Qur’an Siswa di Taman Pendidikan Al-Qur’an Syaiur-Rifa’ Malang,” Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, 2020.
  25. J. W. Creswell, Research Design Pendekatan Metode Kualitatif, Kuantitatif, dan Campuran,IV; A. Faw. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2019.
  26. Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, 2nd ed. Bandung: CV Alfabeta, 2019.
  27. M. B. Miles, A. M. Huberman, and J. Saldaña, Qualitative Data Analysis: A Methods Sourcebook (Third). SAGE Publications., 2014.
  28. A. E. Arindawati and H. Huda, Beberapa Alternatif Pembelajaran di Sekolah Dasar. Malang: Banyu Publishing, 2004.
  29. S. Suryabrata, Psikologi Pendidikan, 5th Cetaka. Jakarta: Rajawali Pers, 2010.
  30. E. F. Fahyuni and A. Bandono, “Pengembangan Media Cerita Bergambar Sebagai Upaya Meningkatkan Kemampuan Membaca Siswa Sekolah Dasar,” Halaqa Islam. Educ. J., vol. 14, no. 1, pp. 1–17, 2015.
  31. W. Schneider, “Traning Phonological Skills. Dyslexia in Chinese: Clues from Cognitive Neuropsychology,” Ann. Dyslexia, vol. 53, no. 1, pp. 255–279, 2003.
  32. E. Wadlington, “Effective language arts instruction for students with dyslexia,” Prev. Sch. Fail., vol. 44, no. 2, p. 61, 2000.
  33. M. J. Snowling, Dyslexia. Blackwell: Oxford University Press Inc, 2000.
  34. S. B. Djamarah, Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif Suatu Pendekatan Teoritis Psikologis, Cetakan ke. Jakarta: Rineka Cipta, 2010.
  35. M. Wolf, “The Doble Hipotesis For Develompmental Dyslexia,” J. Educ. Psychol., vol. 91, no. 3, pp. 415–438, 2000.
  36. N. Sari, “Efektivitas Penggunaan Metode Bernyanyi Dengan Media Berbasis Visual Terhadap Hasil Belajar Siswa Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Materi Asean Kelas Vi Mi Miftahul Akhlaqiyah Tahun Pelajaran 2016/2017,” Skripsi Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang, 2017.
  37. I. Maulida, “Penerapan Reward dan Punishment dalam Pembelajaran Qur’an-Hadits di Sekolah Dasar Kecamatan Muara Tiga Kabupaten Pidie,” Tadabbur J. Perad. Islam, vol. 1, no. 1, pp. 49–62, 2019.
  38. Raihan, “Penerapan Reward Dan Punishment Dalam Peningkatan Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam Terhadap Siswa SMA di Kabupaten Pidie,” DAYAH J. Islam. Educ., vol. 2, no. 1, pp. 115–30, 2019, doi: 10.22373/jie.v2i1.4180.
  39. A. Imron and D. F. Fajriyyah, “Penggunaan Metode Bernyanyi dalam Menghafal Mufrodat (Kosakata) Bahasa Arab di MI,” Dawuh Guru J. Pendidik. MI/SD, vol. 1, no. 1, pp. 41–56, 2021, doi: 10.35878/guru/v1i1.255.
  40. N. A. Wiyani, “Manajemen Program Parenting Bimbingan Baca-Tulis Al-Qur’an Dengan Metode Yanbu’a Bagi Orang Tua Di Tk Nurul Hikmah Kecamatan Tonjong Kabupaten Brebes,” ThufuLA J. Inov. Pendidik. Guru Raudhatul Athfal, vol. 5, no. 2, pp. 224–244, 2018doi: 10.21043/thufula.v5i2.3472.
  41. N. Nurhidayah, N. Araniri, and H. W. Pratomo, “Penerapan Metode Talaqqi Ayat Al-Qur’an Dalam Meningkatkan Daya Hafalan Siswa Terhadap Mata Pelajaran Tahfidzul Qur’an Kelas Vii Di Smp IT Azzakiyatusholihah,” J. Al – Mau’izhoh, vol. 3, no. 2, pp. 1–13, 2021.
  42. A. Irwansa and M. A. Maf’ul, “Analisis Pelaksanaan Tata Tertib Sekolah Pada Siswa di SMK Negeri 1 Makassar,” TOMALEBBI J. Pemikiran, Penelit. Hukum, Pendidik. Pancasila dan Kewarganegaraan, vol. 2, no. 1, pp. 1–13, 2015.
  43. A. Arsyad, Media Pengajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000.
  44. N. Tanjung, “Tafsir Ayat-Ayat Alquran Tentang Manajemen Sarana Prasarana,” Sabilarrasyad, vol. 2, no. 1, pp. 155–183, 2017.