Abstract

This study aims to determine the relationship between self-efficacy and subjective well-being in adolescent students at Pondok An-Nur Sidoarjo. This type of research is quantitative correlational. The variables in this study are self efficacy (x) and subjective well being (y). The study was conducted at the An-Nur Islamic Boarding School, Sidoarjo with a population of 190 teenage students. a sample of 123 teenage students using simple random sampling. The data collection technique uses a psychological scale with a Likert scaling model, namely the self-efficacy scale and the subjective well-being scale. The hypothesis in this study is that there is a positive relationship between self-efficacy and subjective well-being in adolescent students at Pondok An-Nur Sidoarjo. Data analysis used product moment correlation technique with the help of SPSS 25 for windows program. The results of data analysis correlation value of 0.883 with a significance of 0.000 <0.05, meaning that there is a positive relationship between self-efficacy and subjective well-being in adolescent students at Pondok An-Nur Sidoarjo. The higher the self efficacy, the higher the subjective well being. On the other hand, the lower the self-efficacy, the lower the subjective well-being of adolescent students.

Pendahuluan

Masa remaja adalah masa peralihan dimana perlihan tersebut berproses dari masa kanak-kanak menuju masa remaja. Berbagai macam perubahan dapat dilihat dari diri seorang remaja. Menurut penelitian [1] konflik yang sering terjadi pada diri remaja ini berasal dari perbedaan antara norma dan agama yang ada di dalam masyarakat dengan keinginan dalam diri remaja tersebut. Keadaan emosional remaja berada di tengah-tengah masa badai dan stres, masa di mana stres emosional meningkat karena perubahan fisik dan linier. Remaja yang mengalami tekanan sosial dan menghadapi kondisi yang kurang kondusif dapat meningkatkan emosi negatif remaja. Kondisi yang menekan remaja dapat menyebabkan kegagalan remaja dalam memecahkan serta menyelesaikan masalah. Perasaan-perasaan negatif sering muncul pada diri remaja ketika mengalami kegagalan dan tidak mampu menyelesaikan masalah dengan baik. Kegagalan remaja dalam memecahkan masalah dapat menyebabkan remaja merasa tidak menemukan kesejahteraan dalam hidupnya, selain itu menyebabkan remaja merasa tidak puas dengan kehidupannya dan tidak bahagia [2].

Subjective Well Being dapat digambarkan sebagai salah satu pengalaman emosional remaja, yang merupakan konsep umum yang mengevaluasi kehidupan remaja. Subjective Well Being diartikan bagaimana seorang individu menilai serta mengevaluasi kehidupan mereka yang terdiri dari sejumlah variabel, seperti tingkat depresi kepuasan hidup, kecemasan yang rendah, serta beberapa emosi positif yang meningkat [3].

Subjective well being yakni seseorang yang berjuang penuh dalam hidupnya dan memiliki tujuan, mereka adalah sosok individu yang penuh dengan semangat, mampu memaknai hidup dengan baik, dapat mengatasi emosi yang negatif, selalu merasakan emosi yang positif. Seseorang yang mampu memaknai hidupnya dengan berarti, maka orang tersebut mampu menerima kehidupan mereka dengan baik dan selalu bersyukur.

Diener menjelaskan dalam jurnal [4] bahwa evaluasi ini mencakup komponen kognitif dan afektif. Cara seseorang merasa puas dalam hidupnya adalah subjek evaluasi kognitif. Sementara evaluasi afektif berkaitan dengan apakah orang sering mengalami emosi yang menyenangkan dan negatif dalam hidup mereka. Seseorang yang mampu menghargai hidupnya dan memaknai hidupnya dengan positif tentunya memiliki subjectivewellbeing yang tinggi.

Menurut penelitian terdahulu [5] menyatakan bahwa kesejahteraan subjektif sangatlah penting bagi remaja supaya remaja panti asuhan menerima hidupnya dengan rasa syukur, berfikir positif dalam segala hal dan merasakan kebahagiaan didalam kehidupannya.

Setiap individu ingin memiliki subjectivewellbeingyang tinggi dan positif termasuk pada remaja Kebahagian dan kepuasan hidup remaja tentunya berbeda. Tekanan tugas, perbedaan peraturan, bertemu dengan baru, dan berinteraksi dengan orang banyak tentunya menjadikan beban tersendiri bagi seorang remaja [6]

Self efficacy merupakan suatu penilaian diri seseorang atas kemampuan yang mereka miliki. Penilaian tersebut berupa keyakinan atas mampu atau tidaknya, positiveornegativeseseorang dalam mengatasi berbagai konflik dalam hidupnya [7]. Menurut [8], Self efficacy merupakan salah satu kemampuan seseorang dalam mengatur dan menilai diri sendiri.

Peneliti telah melakukan survei awal pada 10 santri remaja di pondok pesantren An-Nur Sidoarjo dengan metode angket pembagian kuisioner. Berdasarkan hasil survei menunjukkan bahwa santri remaja yang ada di Pondok Pesantren An-Nur Sidoarjo memiliki nilai skor rata-rata 39,4. Terdapat 50% yakni 5 dari 10 santri remaja sering mengalami rasa khawatir, takut, dan marah, santri remaja ini memiliki tingkat kesejahteraan subjektif sangat rendah, terdapat 40% yakni 4 dari 10 santri remaja sering mengalami rasa bosan, malas, dan sedih, santri remaja ini memiliki tingkat subjective well being rendah, dan terdapat 10% yakni 1 dari 10 santri remaja lebih cenderung merasa bersemangat, nyaman, dan bahagia, santri remaja ini memiliki tingat subjectivewellbeingsedang.

Dari data diatas menunjukkan hasil bahwa terdapat 9 dari 10 santri remaja yang mengalami perasaan negatif seperti marah, sedih, takut, khawatir, bosan, dan malas. Ini menunjukkan bahwa tingkat subjective well being sangat rendah. Walaupun demikian terdapat 1 dari 10 santri remaja yang mengalami perasaan positif seperti bahagia, bersemangat, dan nyaman selama berada di dalam pondok pesantren An-nur. Dapat disimpulkan bahwa terdapat masalah pada kepuasan hidup seorang santri remaja di pondok pesantren An-Nur Sidoarjo yang ditandai dengan lebih banyak merasakan perasaan negatif. Remaja di pondok pesantren di tuntut untuk dapat menyelesaikan seluruh tugas dengan baik dan mampu beradaptasi dengan lingkungan baru di dalam pondok. santri yang merasa tidak tahan dengan semua peraturan serta kehidupan di dalam Pondok Pesantren akan memilih untuk kabur dari pondok pesantren tersebut [9].

Dari penjelasan di atas peneliti memilih dan tertarik untuk melakukan penelitian terkait hubungan antara selfefficacydan subjectivewell-beingpada santri remaja di pondok pesantren An-Nur Sidoarjo berdasarkan latar belakang di atas.

Metode Penelitian

Penelitian kuantitatif korelasional adalah bentuk dari penelitian ini, Penelitian ini mengimplikasikan metodologi kuantitatif [10]. Disebut kuantitatif dikarenakan merupaakan studi data yang menggunakan statistik dalam bentuk angka-angka. Penelitian korelasional terbatas pada panafsiran hubungan antar variabel saja, tapi penelitian ini bisa dijadikan acuan untuk diajadi penelitian selanjutnya seperti penelitian eksperimen [11].

Penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu : variabel terikat yaitu Subjectivewell-beingdan variabel bebas yaitu Self-efficacy.Pada penelitian populasi keseluruhan yang dianalisis adalah 190 santri remaja pondok pesantren An-Nur Sidoarjo. Simple random sampling menjadi teknik sampling pada penelitian ini. Simple random sampling yaitu suatu cara pengambilan sampel dari populasi yang ada secara random (acak) [12]. Teknik ini menggunakan rumus pengambilan sample tabel Isaac dan Michel, dengan tingkat kesalahan 5% dari populasi 190 siswa remaja, sampel yang digunakan 123 santri remaja Pondok Pesantren An-Nur Sidoarjo.

Peneliti menggunakan 2 skala psikologis yakni skala self efficacy (x) dan subjective well being (y). Pendekatan skala likert (favorable dan unfavorable) dipilih untuk digunakan mengumpulkan data. Peneliti mengadopsi alat ukur subjectivewell-beingdari penelitian [4] yang disusun menurut komponen kesejahteraan subjektif , yaitu aspek kognitif ( penilaian hidup secara keseluruhan) dan aspek afeksi (afek negatif dan afek positif). Kemudian skala self efficacydiadopsi dari instrumen penelitian [13] yang disusun berdasarkan dimensi efikasi diri,yaitu level (tingkatan), generality, dan strength.

Selanjutnya, SPSS 25.0 for Windows digunakan oleh peneliti untuk mengolah data statistik hasil penelitian. Hubungan antara efikasi diri sebagai variabel bebas dan kesejahteraan subjektif sebagai variabel terikat kemudian ditunjukkan dengan menggunakan uji korelasi product moment pearson.

Hasil dan Pembahasan

Pendekatan korelasi product moment pearson adalah salah satu yang digunakan para peneliti untuk menguji hipotesis . Pendekatan ini dipilih karena semua data variabel penelitian didistribusikan secara normal. Selanjutnya uji hipotesis dengan bantuan program SPSS 25.0 forwindows

Sebagaimana terlihat pada tabel 1 uji hipotesis terdapat korelasi yang signifikan dimana (p=<.001 , <0.05) antara skor subjective well-being dengan self efficacy. Didapatkan hasil pada kedua variabel koefisien korelasi (rxy) sebesar 0,883. Hasil menunjukkan bahwa hipotesis yang diajukan peneliti diterima, yaitu ada hubungan positif antara selfefficacy dengan subjectivewellbeingpada santri remaja di pondok pesantren An-Nur Sidoarjo.

Kategorisasi skor subjek pada skala efikasi diri mendapatkan hasil terdapat 9 (7%) santri remaja yang meimiliki tingkat efikasi diri sangat rendah, terdapat 27 (22%) santri remaja dengan tingkat efikasi diri rendah, terdapat 49 (40%) santri remaja dengan tingkat efikasi diri sedang, terdapat 31 (25%) santri remaja dengan tingkat efikasi diri tinggi, dan terdapat 7 (6%) santri remaja yang tingkat efikasi diri sangat tinggi. Dari hasil Kategorisasi skor subjek pada skala subjectivewellbeingtersebut diatas dapat diambil kesimpulan bahwa, terdapat 6 (5%) santri remaja dengan tingat kesejahteraan subjektif sangat rendah, terdapat 32 (26%) santri remaja dengan tingkat kesejahteraan subjektif rendah, terdapat 47 (38%) santri remaja yang memiliki tingat kesejahteraan subjektif sedang, terdapat 30 (24%) santri remaja dengan tingkat kesejahteraan subjektif tinggi, dan terdapat 8 (7%) santri remaja dengan tingat kesejahteraan subjektif sangat tinggi.

Dari hasil kategorisasi tersebut menunjukkan bahwa persentase terbanyak dari self eficacy yang dimiliki santri remaja di Pondok Pesantren An-Nur yaitu sebesar 40% (49 santri remaja) pada kategori self efficacy yang sedang, begitu juga dengan subjective well being santri remaja di Pondok Pesantren An-Nur yaitu sebesar 38% (47 santri remaja).

Correlations
SELF EFFICACY SUBJECTIVE WELL BEING
SELF EFFICACY Pearson Correlation 1 ,883**
Sig. (2-tailed) 0,000
N 123 123
SUBJECTIVE WELL BEING Pearson Correlation ,883** 1
Sig. (2-tailed) 0,000
N 123 123
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Table 1.Hasil Uji Hipotesis

Skor Subjek
Self efficacy Subjective Well Being
Kategori Ʃ Santri % Ʃ Santri %
SangatRendah 9 7 % 6 5 %
Rendah 27 22 % 32 26 %
Sedang 49 40 % 47 38 %
Tinggi 31 25 % 30 24 %
Sangat Tinggi 7 6 % 8 7 %
Total 123 100 % 123 100 %
Table 2.Kategorisasi Subyek

Hal ini juga sesuai dengan temuan yang dilakukan oleh [14] ,menyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara efikasi diri dengan kesejahteraan subjektif. Remaja yang memiliki kesejahteraan subjektif tinggi maka memiliki kualitas hidup yang baik. Dalam mencapai kesejahteraan subjektif tentunya tidaklah mudah dan akan berbeda pada setiap indivisu. Efikasi diri merupakan salah satu faktor dari banyak faktor yang mempengaruhi kesejahteraan

subjektif. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diketahui bahwa remaja perlu meningkatkan subjective well being.Karena subjectivewellbeingsangat berpengaruh terhadap kesejahateraan diri. Individu dengan tingkat subjectivewellbeingyang baik akan mampu menyelesaikan dan mengatasi masalah dengan baik

Self-efficacy berkaitan dengan Subjective well-being yang berarti bahwa selfefficacydapat mempengaruhi subjective well being. Subjective well being pada dasarnya mengacu pada prestasi, kesuksesan beradaptasi serta kesehatan yang dimiliki oleh individu. Self-efficacyberkontribusi terhadap kesejahteraan dan kepuasan hidup individu [8]. diketahui bahwa remaja perlu meningkatkan subjectivewellbeing.Karena subjectivewellbeingsangat berpengaruh terhadap kesejahateraan diri. Individu dikatakan memiliki subjective well being yang ketika sudah mampu menyelesaikan dan mengatasi masalah dengan baik.

Masih adanya kategorisasi selfefficacydan subjectivewellbeingyang sedang dan rendah, maka santri remaja di Pondok Pesantren An-Nur Sidoarjo perlu mendapatkan perhatian yang khusus yaitu dengan cara meningkatkan selfefficacydan subjectivewellbeing.Subjectivewellbeingyang tinggi akan membantu santri remaja dalam menjalani kehidupannya di pondok dalam proses pembelajaran. Santri akan lebih belajar secara optimis, percaya diri, dan kreatif. Menurut penelitian [15], menyetakan bahwa Seseorang dengan self efficacy yang tinggi dapat mengamati hal-hal secara positif, berani menghadapi tantangan, dan bahkan mampu menyelesaikan tugas-tugas sulit dengan baik, berpikir bahwa masalah adalah sesuatu yang harus segera dipecahkan, sesuatu yang menjadi hambatan harus dihindari. Santri remaja yang mempunyai selfefficacytinggi akan mempengaruhi kesejahteraan subjektif mempunyai kepercayaan mengenai kemampuan diri dalam menjalankan tugas, menyelesaikan tugas, mengatasi, mengorganisasi, mencapai tujuan diri, menghasilkan sesuatu dan mengimplementasikan tindakan tersebut dalam aktivitas sehari-hari. Santri remaja yang memiliki selfefficacyyang rendah akan mempengaruhi subjectivewellbeingsantri tersebut, individu akan mengalami ketidakpuasan hidup, kurang merasakn kegembiraan, dan akan sering merasakan emosi negatif. Sehingga semakin tinggi efikasi diri individu maka diikuti kesejahteraan subjektif yang tinggi pula, sebaliknya semakin rendah efikasi diri maka diikuti kesejahteraan subjektif yang rendah pula.

Simpulan

Setelah analisis statistik, terdapat hubungan positif antara self efficacy dengan subjective well being pada santri remaja di Pondok Pesantren An-Nur Sidoarjo. Hipotesis penelitian diterima karena koefesien kolerasi r xy = 0,883 dengan taraf signifikansi p = 0,000 < 0,05. Hal tersebut menunjukkan jika selfefficacy tinggi maka tinggi juga subjective well beingdimiliki santri remaja di Pondok Pesantren An-Nur Sidoarjo.

References

  1. F. Rahma and M. Reza, “HUBUNGAN ANTARA PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI DENGAN PERILAKU KONSUMTIF PEMBELIAN MERCHANDISE PADA REMAJA,” 2013. Accessed: Sep. 09, 2022. [Online]. Available: https://ejournal.unesa.ac.id/index.php/character/article/download/2717/5700.
  2. E. B. Hurlock, R. M. Sijabat, Soedjarwo, and Istiwidayanti, Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Hidup, Cet. 2. Jakarta: Erlangga, 1991.
  3. Diener, “Subjective Well Being : The Science of Happiness And a Proposal For a National Index,” psychology, vol. 55, no. 1, pp. 34–43, 2000, [Online]. Available: https://doi.org/10.1037/0003-006X.55.1.34.
  4. D. Asfia, “Hubungan antara religiusitas dan problem focused coping dengan subjective well-being pada santri di pondok pesantren putri sabilurrosyad gasek malang,” Maulana Malik Ibrahim Malang, 2017.
  5. A. Wahyuni, “HUBUNGAN ANTARA SELF ESTEEM DENGAN SUBJECTIVE WELL- BEING DI SASANA PELAYANAN SOSIAL ANAK ‘PAMARDI UTOMO’ BOYOLALI,” Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2018.
  6. Y. Kaplan, “School-specific subjective wellbeing and emotional problems among high school adolescents,” J. Posit. Psychol. Wellbeing, vol. 1, no. 1, pp. 1–9, 2017.
  7. Alwisol, Psikologi Kepribadian. Malnag: Universitas Muhannadiyah Malang, 2007.
  8. A. Bandura, Guide for Constructing Self Efficacy Scales, vol. 5. Information Age Publishing, 2006.
  9. H. Susanto and M. Muzakki, “Perubahan Perilaku Santri (Studi Kasus Alumni Pondok Pesantren Salafiyah di Desa Langkap Kecamatan Besuki Kabupaten Situbondo),” Istawa J. Pendidik. Islam, vol. 2, no. 1, p. 1, 2017, doi: 10.24269/ijpi.v2i1.361.
  10. S. Anwar, Metodelogi Penelitian bisnis. Salemba Empat, 2011.
  11. Emzir, Metodologi Penelitian Pendidikan Kuantitaif, 1st ed. Jakarta: Raja Grafindo, 2009.
  12. Sugiyono, Statistik NonParametris. CV.Alfabeta, 2007.
  13. A. Afifah, “Hubungan Antara Self Efficancy Dengan Self Regulated Learning Pada Siswa di Pondok Persantren Mawaridussalam Deli Serdang,” Universitas Medan Area, 2017.
  14. R. Pramudita, “Hubungan antara Self-Efficacy dengan Subjective Well-Being pada Siswa SMA Negeri 1 Belitang,” Psychol. Forum UMM, ISBN, pp. 978–979, 2015, [Online]. Available: http://mpsi.umm.ac.id/files/file/541-546 Rhesaroka.pdf.
  15. D. N. Putry and T. D. Djamhoer, “Hubungan Self Efficacy Dengan Penyesuaian Diri Pada Siswa Di Pondok Pesantren ‘ X ’ Bandung,” Pros. Psikol., vol. 6, no. 2, pp. 738–742, 2020.